RajaBackLink.com

Home / Ekonomi

Kamis, 25 September 2025 - 12:09 WIB

82% Target Net Zero Tidak Terverifikasi saat Data Emisi Scope 3 Menjadi Isu Kritis dalam Strategi Iklim Korporasi

Redaksi - Penulis Berita

Meskipun ambisi keberlanjutan korporasi semakin meningkat, sebagian besar target Net Zero belum diverifikasi. Di Asia-Pasifik, meski 53% perusahaan telah berkomitmen pada Net Zero, namun hanya 18% yang telah divalidasi oleh Science-Based Targets initiative (SBTi), menurut Laporan Iklim PwC 2025. Tanpa data Scope 3 yang kredibel, komitmen ini berisiko dianggap sebagai ‘greenwashing’.
Di industri-industri kritis, emisi Scope 3 menyumbang lebih dari 90% total emisi. Ini mencakup dampak hulu dan hilir seperti deforestasi, penggunaan input pertanian, transportasi, dan pembuangan limbah. Namun sebagian besar perusahaan masih mengandalkan faktor emisi generik atau model berbasis pengeluaran, bukan mengumpulkan data spesifik dari pemasok dan lokasi. Ketergantungan pada data rata-rata ini menciptakan kesenjangan kredibilitas yang besar, merusak strategi iklim, dan mengekspos perusahaan pada risiko regulasi di bawah kerangka seperti EU Corporate Sustainability Reporting Directive (CSRD) dan ISO 14068.
KOLTIVA menjawab kesenjangan ini dengan menggabungkan sistem keterlacakan digital canggih dengan verifikasi lapangan. Melalui platform KoltiTrace MIS, Land Use Tracker, dan pengintegrasian Cool Farm Tool, KOLTIVA menyediakan data emisi yang terverifikasi sampai pada level lahan untuk rantai pasok yang terfragmentasi. Hal ini memungkinkan perusahaan tidak hanya untuk mematuhi persyaratan SBTi FLAG tetapi juga melibatkan produsen dalam aksi iklim yang nyata.

Studi PwC–NUS Business School (2025) mengungkapkan bahwa 53% perusahaan di Asia-Pasifik telah menetapkan target Net Zero, namun hanya 18% yang telah divalidasi secara independen oleh SBTi. Bahkan lebih sedikit perusahaan yang melaporkan emisi Scope 3, padahal emisi ini biasanya mencakup lebih dari 90% jejak iklim perusahaan. Kondisi ini menciptakan kesenjangan kepercayaan yang semakin lebar. Investor semakin skeptis terhadap “target di atas kertas” tanpa bukti kemajuan nyata, sementara konsumen menuntut pembuktian bahwa klaim keberlanjutan mencerminkan realitas, bukan sekadar aspirasi. Tanpa verifikasi yang transparan, komitmen tersebut berisiko dipersepsikan sebagai greenwashing. 

Mengapa Scope 3 Jadi Tantangan Terbesar 

Emisi Scope 1 dan 2 dari fasilitas perusahaan dan energi yang dibeli relatif mudah dihitung. Namun, tantangan terbesar justru ada pada Scope 3: emisi tidak langsung yang terjadi di seluruh rantai pasok. Ini mencakup deforestasi akibat pasokan bahan baku, penggunaan pupuk di pertanian, logistik dan transportasi, hingga pembuangan produk di akhir siklus hidupnya. 

Baca Juga :  Dorong Pertumbuhan Startup Indonesia, Indigo Fasilitasi Business Matching bersama Yogyakarta Investment Club

Bagi banyak perusahaan, emisi Scope 3 bisa mencapai puluhan kali lipat dari gabungan Scope 1 dan 2 (Marketwatch, 2024). Meski demikian, sebagian besar perusahaan masih bergantung pada faktor emisi generik atau model berbasis pengeluaran. Hasilnya adalah data yang semakin dipertanyakan oleh regulator, investor, dan auditor. Ketergantungan pada angka rata-rata menyamarkan realitas rantai pasok, meningkatkan risiko terkena sanksi regulasi di bawah CSRD dan ISO 14068-1, serta membatasi akses terhadap pembiayaan iklim. 

“Banyak perusahaan menetapkan target Net Zero yang ambisius, tetapi tantangan sebenarnya adalah bagaimana membuktikannya,” kata Andre Mawardhi, Senior Manager Agriculture and Environment di KOLTIVA. “Scope 3 tidak bisa ditangani hanya dengan estimasi. Tanpa data di tingkat lahan yang kredibel, target berisiko dianggap sekadar aspirasi namun tanpa kemajuan yang terukur.” 

Fakta Lapangan: Mengapa Verifikasi Penting 

Para ahli menekankan bahwa pengukuran Scope 3 memerlukan pergeseran dari rata-rata generik ke data yang spesifik dan kontekstual. Perubahan tata guna lahan, aplikasi pupuk, dan logistik sangat bervariasi di berbagai wilayah. Model global tunggal tidak dapat menangkap perbedaan ini. Citra satelit dan alat digital telah maju, tetapi tanpa validasi lapangan, angka-angka tetap bisa diperdebatkan. KOLTIVA menugaskan agen lapangan dan agronomis lokal yang bekerja langsung dengan petani kecil untuk memastikan data mencerminkan kenyataan. 

“Menilai emisi bersama petani di lapangan memberi kami titik masuk untuk perubahan nyata,” tambah Andre. “Baik dengan menyesuaikan penggunaan pupuk, memperbaiki persiapan lahan, atau mengubah limbah tanaman menjadi biochar, langkah-langkah praktis ini menurunkan emisi sekaligus membangun kepercayaan. Produsen menjadi mitra iklim, bukan sekadar titik data.” 

Pendekatan ganda ini, yang menggabungkan keterlacakan digital dengan verifikasi di tingkat lapangan, memastikan pengungkapan data mampu bertahan dari pengawasan regulator dan investor sambil mendorong perbaikan nyata di rantai pasok. 

KOLTIVA telah mengembangkan jalur terstruktur yang mengubah ambisi iklim perusahaan menjadi aksi yang dapat diverifikasi. Pendekatan ini dimulai dengan kepatuhan dan dokumentasi terverifikasi, memetakan lahan hingga tingkat poligon untuk memastikan sumber tanpa deforestasi dan selaras dengan SBTi FLAG dan ISO 14068-1. Ini diperkuat dengan sistem keterlacakan digital KoltiTrace MIS, yang menangkap data emisi langsung dari lahan dan pemasok, bukan dari sampel terbatas. Sistem ini juga terintegrasi dengan Cool Farm Tool, kerangka kerja internasional untuk menghitung emisi gas rumah kaca di lahan, penyerapan karbon tanah, dan dampak keanekaragaman hayati. 

Baca Juga :  Tokocrypto Rilis TokoPlay Dorong Adopsi Kripto Melalui Game di Indonesia

Untuk menjaga integritas rantai pasok, KOLTIVA memastikan pelaporan yang transparan dan penanganan terpisah, sehingga komoditas bebas deforestasi dan rendah karbon tetap dapat ditelusuri dari asal hingga pasar. Pada saat yang sama, perusahaan memberdayakan produsen dengan alat digital, pelatihan cerdas iklim, dan insentif berbasis kinerja, memungkinkan petani mengurangi emisi langsung di sumbernya. Dengan mengintegrasikan elemen-elemen ini, KOLTIVA menjembatani kesenjangan antara realitas lapangan dan pelaporan di tingkat manajemen. 

Kebutuhan dan Peluang Kepatuhan 

Tekanan semakin meningkat seiring dengan kebutuhan pelaporan dan praktik ramah lingkungan yang semakin dituntut. Regulasi seperti EU Corporate Sustainability Reporting Directive (CSRD) mewajibkan perusahaan besar untuk mengungkapkan emisi Scope 3 dalam laporan tahunan. Perusahaan yang gagal melakukan verifikasi Scope 3 menghadapi sanksi, kerusakan reputasi, dan dikeluarkan dari akses pembiayaan dan pasar. Sebaliknya, perusahaan yang bergerak lebih awal mendapatkan keunggulan pertama dalam pengadaan dan akses investasi terkait iklim. 

“Scope 3 adalah tempat aksi iklim benar-benar terjadi,” kata Manfred Borer, CEO dan Co-Founder KOLTIVA. “Tanpa transparansi rantai pasok, target iklim berisiko menjadi janji di atas kertas. Dengan menggabungkan teknologi dan keterlibatan lapangan, kami memastikan perusahaan tidak hanya menghitung tetapi juga mengurangi emisi mereka.” 

“Data Scope 3 yang terverifikasi bukan hanya tentang kepatuhan, tetapi juga keunggulan kompetitif,” tambah Manfred. “Perusahaan yang mampu membuktikan pengurangan nyata akan membuka akses pembiayaan iklim, memperkuat kepercayaan konsumen, dan mengamankan posisi mereka dalam ekonomi rendah karbon.” 

Seiring meningkatnya pengawasan atas komitmen iklim dari regulator, investor, dan konsumen, Scope 3 menjadi ujian nyata bagi klaim keberlanjutan korporasi. Data yang terverifikasi di tingkat lapangan menawarkan jalan untuk memulihkan kepercayaan dan membuktikan bahwa Net Zero lebih dari sekadar slogan. 

Artikel ini juga tayang di VRITIMES

Berita ini 2 kali dibaca

Share :

Baca Juga

Rene Babyshop Siap Hadir di Info Franchise Expo 2024, Tawarkan Peluang Kemitraan Menarik

Ekonomi

Rene Babyshop Siap Hadir di Info Franchise Expo 2024, Tawarkan Peluang Kemitraan Menarik
Mononatrium Glutamat: Zat Aditif Penguat Rasa yang Paling Banyak Digunakan dalam Makanan

Ekonomi

Mononatrium Glutamat: Zat Aditif Penguat Rasa yang Paling Banyak Digunakan dalam Makanan
Perusahaan Global Berlomba Lomba Pakai Stablecoin. Kenapa?

Ekonomi

Perusahaan Global Berlomba Lomba Pakai Stablecoin. Kenapa?
Tokocrypto akan Hadirkan Pusat Kolaborasi Web3 di Coinfest Asia 2025

Ekonomi

Tokocrypto akan Hadirkan Pusat Kolaborasi Web3 di Coinfest Asia 2025
“Promo Merdeka KAI 17 Agustus: Cuma Bayar 80% Harga Tiket, Rayakan Kemerdekaan Lebih Hemat”

Ekonomi

“Promo Merdeka KAI 17 Agustus: Cuma Bayar 80% Harga Tiket, Rayakan Kemerdekaan Lebih Hemat”
Whale Ethereum Mundur Perlahan, Apakah Ini Sinyal Penurunan Harga ETH?

Ekonomi

Whale Ethereum Mundur Perlahan, Apakah Ini Sinyal Penurunan Harga ETH?
Rayakan Kemerdekaan Tanpa Batas dalam ELMO beyoND Fest 2025: Festival Inklusif untuk Komunitas Neurodivergent

Ekonomi

Rayakan Kemerdekaan Tanpa Batas dalam ELMO beyoND Fest 2025: Festival Inklusif untuk Komunitas Neurodivergent
Program Studi Film BINUS UNIVERSITY Apresiasi Karya Mahasiswa dan Dorong Kreativitas Generasi Muda melalui Short Film Screening 2025

Ekonomi

Program Studi Film BINUS UNIVERSITY Apresiasi Karya Mahasiswa dan Dorong Kreativitas Generasi Muda melalui Short Film Screening 2025