Lhokseumawe | Sriwijayatoday.com – Seorang mahasiswa Teknologi Pangan Universitas Ahmad Dahlan, yaitu Irnanda Ummi Sofia terpilih mengikuti Program Pejuang Muda dan ditempatkan di Kota Lhokseumawe.
Kota Lhokseumawe adalah sebuah kota di Provinsi Aceh yang pernah dijuluki sebagai “Kota Petro Dollar” dan berada persis di tengah jalur timur Sumatera sehingga kota ini menjadi jalur distribusi dan perdagangan yang sangat penting di Provinsi Aceh.
Program Pejuang Muda ini merupakan program baru yang diluncurkan oleh Kementerian Sosial dan bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia dan Kementerian Agama Republik Indonesia.
Program ini berlangsung sekitar dua bulan, yaitu sejak bulan Oktober-Desember 2021. Sebanyak 5.140 mahasiswa untuk disebar ke 514 kota/kabupaten di seluruh Indonesia.
Kegiatannya sendiri adalah verifikasi dan validasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan tentunya juga harus melaksanakan team-based project untuk membantu menyelesaikan permasalahan sosial yang ada di sekitar.
Irnanda menjelaskan bahwa disini dia bersama anggota tim lainnya yaitu Ahmad Fikri dari Universitas Malikussaleh sebagai ketua tim, Adinda Sabrina Suli dari Universitas Malikussaleh, Muhammad Ghifari Adi Wicaksana dari Universitas Mercu Buana, Adlianis Fuadi dari Universitas Malikussaleh, Anggun Septiani dari Universitas Brawijaya, Arba Choirul Umam dari Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, dan Nazla Ziana Fairuza dari Universitas Brawijaya merasa harus memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat melalui program ini.
Selama menjalankan verivali DTKS, Irnanda melihat langsung bagaimana realita kondisi kehidupan masyarakat, khususnya adalah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang ada di wilayah Kota Lhokseumawe.
Ia dapat mengidentifikasi permasalahan sosial yang terjadi. Disini ia juga bertemu banyak warga dari berbagai kalangan sehingga dapat memperluas relasi.
Hal ini tentunya mengasah kemampuan dalam bidang komunikasi, team work, pengembangan diri, dan kemampuan untuk menyelesaikan masalah sosial.
Sebagaimana diluncurkannya program ini, Irnanda bersama tim juga melaksanakan team-based project.
Pejuang Muda Kota Lhokseumawe mengusung permasalahan sampah yang ada di Kota Lhokseumawe. Irnanda sendiri merasa cukup resah karena sulit menemukan tempat sampah sehingga masih sering melihat sampah-sampah yang berserakan di jalanan.
Gampong Cot Girek Kandang yang berada di kecamatan Muara Dua dipilih menjadi lokasi team-based project. Dengan waktu dan persiapan yang singkat, tim mengadakan sosialisasi mengenai sampah dengan judul “Sosialisasi Pemberdayaan Masyarakat Melalui Budidaya Maggot BSF (Black Soldier Fly) dalam Mereduksi Sampah Organik di Gampong Cot Girek Kandang”.
Kegiatan sosialisasi ini didukung penuh oleh aparatur desa, khususnya Keuchik atau kepala desa.
Pak Tarmizi selaku Keuchik Gampong Cot Girek Kandang menyampaikan bahwa selalu mendukung penuh segala kegiatan yang diadakan di Gampong Cot Girek Kandang dengan harapan dapat bermanfaat bagi adik-adik mahasiswa dan warga disini.
Masyarakat yang hadir dalam kegiatan ini adalah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang berada di Gampong Cot Girek Kandang.
Mereka terlihat antusias mengikuti sosialisasi ini karena merupakan pengetahuan baru bagi mereka.
Harapan Irnanda bersama tim adalah projek ini menjadi langkah awal bagi masyarakat di gampong tersebut untuk mengurangi permasalahan sampah yang ada serta mengajak masyarakat berpikir yang inovatif dan kreatif sehingga dapat berkelanjutan.
Segala kegiatan Pejuang Muda Kota Lhokseumawe tidak lepas dari dukungan Dinas Sosial Kota Lhokseumawe.
Drs. Ridwan Jalil selaku Kepala Dinas Sosial Kota Lhokseumawe dan Pak Azwar Zakaria selaku Koordinator Kota Lhokseumawe menyambut baik kedatangan mahasiswa Pejuang Muda dan selalu memberikan dukungan hingga akhir kepada tim.
Selain itu, Pak Indrayani, S.E, M.Si, A.k. selaku mentor eksternal Pejuang Muda Kota Lhokseumawe juga selalu memberikan arahan, dukungan, dan monitoring dari awal hingga berakhirnya program. Dukungan juga datang berbagai stakeholders, antara lain adalah camat, keuchik, pendamping PKH, dan seluruh masyarakat yang selalu baik kepada tim.
Akhir kata, Irnanda mengungkapkan bahwa selama dua bulan di Kota Lhokseumawe mendapatkan banyak sekali pelajaran berharga yang dapat diambil.
Di Kota Lhokseumawe sendiri, masyarakat masih sangat menjunjung tinggi budaya dan nilai-nilai keislaman sehingga juga harus beradaptasi dengan keadaan sosial masyarakat.
Toleransi menjadi poin utama selama ia berada disana. Pengalaman merasakan kehidupan secara langsung tentunya berbeda jika hanya dari sebuah omongan sehingga dapat membuktikan stereotip yang ada.
Dengan begitu akan membentuk pola pikir yang lebih kritis bagi mahasiswa.
Kesempatan ini menjadi hal yang luar biasa karena juga mendapatkan ilmu dan wawasan baru yang tidak bisa didapat di dalam kelas perkuliahan. (Yahdien)