RajaBackLink.com

Home / Opini

Jumat, 30 September 2022 - 09:03 WIB

TETAP MEWASPADAI KOMUNIS

Saiful Amri - Penulis Berita

by M Rizal Fadillah*

 

Gerakan Komunis dimulai dari membangun kesadaran akan pentingnya kesejahteraan komunal yang dislogankan sebagai keadilan proletar. Menyusup ke berbagai elemen strategis, menggalang kekuatan hingga angkatan bersenjata, akhirnya melakukan kudeta atau pengambilalihan kekuasaan.

 

Pemilu 1955 membuktikan PKI itu kuat. DN Aidit tahun 1964 membuat buku “Membela Pancasila” tetapi 1965 mencoba melakukan kudeta untuk mengganti Pancasila. Ditumpas oleh TNI pimpinan Pangkostrad Letjen Soeharto. Dibuat Tap No XXV/MPRS/1966 yang membubarkan dan melarang PKI, melarang pengembangan faham Komunisme Marxisme/Leninisme.

 

Diperkuat dengan Tap MPR No I tahun 2003 dan UU No 27 tahun 1999 yang memasukkan Pasal 107 KUHP yang memberi sanksi pidana penyebaran Komunisme, Marxisme-Leninisme. Sanksi bervariasi antara 12, 15 dan 20 tahun.

 

PKI secara formal sudah dibubarkan akan tetapi bukan berarti tidak potensial untuk bangkit. Neo PKI. Geliat anak muda kiri mendirikan Partai Rakyat Demokrasi (PRD) pimpinan Budiman Sudjatmiko di awal Reformasi cukup fenomenal. Sudjatmiko kemudian bergabung dengan PDIP.

 

Alfian Tanjung dalam buku “Menangkal Kebangkitan PKI” menyatakan setelah Kongres terakhir ke VII di Blitar 1965, maka loyalis mengadakan Kongres ke VIII di Sukabumi Selatan (2000), ke IX di Cianjur Selatan (2006), ke X di Desa Nagrak Magelang (2010) dan ke XI sekaligus HUT PKI 23 Mei tahun 2015 di Kendal Jawa Tengah.

Baca Juga :  PINDAH IKN, NKRI TERANCAM

 

Ribka Tjiptaning 18 Maret 2004 menulis buku “Aku Bangga Menjadi Anak PKI” dan menyatakan : “Hanya Front Nasakom yang bisa keluarkan bangsa ini dari krisis”. Slogan saat ini mirip dengan masa Nasakom “kerja, kerja, kerja”.

 

Rieke Diah Pitaloka kader PDIP mengusulkan RUU HIP dengan spirit perjuangan pertama, tidak mencantumkan konsiderans Tap MPRS No XXV/MPRS/1966. Kedua, muncul pasal untuk rumusan Pancasila 1 Juni 1945 dengan pemerasan Trisila dan Ekasila. PKI di Konstituante mendukung Ekasila. Ketiga, agama dan nilai Ketuhanan yang dikerdilkan. Sila keadilan sosial bersifat materialistik dan menempati posisi dominan.

 

Rezim masih menggenggam erat persahabatan dengan RRC baik untuk kepentingan investasi, hutang luar negeri maupun kerjasama dengan Partai Komunis China. 60 calon Jenderal Polri ber KKN ke China, Mega ucapkan selamat HUT PKC, dan PKC untuk pertama kalinya dapat menginjakkan kaki di Istana Merdeka.

 

Penghancuran dan penghilangan diorama penumpasan G 30 S PKI di Makostrad oleh Letjen Dudung Abdurahman. Alasan diminta oleh Pangkostrad lama dan katanya haram membuat patung. Tokoh Jenderal Nasution, Letjen Soeharto dan Kolonel Sarwo Edhi dihilangkan. Vulgar sekali.

Baca Juga :  KI BEDUL SAKTI YANG TIDAK SAKTI

 

Isu sensitif keterkaitan Presiden dengan aktivis atau tokoh PKI khususnya hubungan keluarga harus terklarifikasi. Ungkapan Bambang Tri tentang ibu asli Jokowi adalah Yap Mei Hwa mesti dijawab dengan serius dan ilmiah termasuk melakukan test DNA. Jangan biarkan publik terus ragu dan bertanya-tanya.

 

Rezim kini tidak atau kurang bersahabat dengan umat Islam dan menciptakan stigma keagamaan yang radikal dan intoleran. Komunis itu dasar perjuangannya senantiasa memusuhi agama dan umat beragama. Adu domba dan gemar memfitnah.

 

PKI sudah tidak ada, tetapi komunisme tetap hidup. Seperti ucapan Kamaruzaman “tanpa bentuk”. Ada tapi tidak mudah untuk mendeteksi. Tindakan bodoh dan ceroboh jika mengabaikan keberadaan PKI atau Neo-PKI.

 

Kesadaran (awareness) dan kewaspadaan (alertness) harus tetap kuat bahkan harus semakin kuat. PKI dalam berbagai bentuknya adalah musuh kemanusiaan serta representasi dari kedustaan dan kebiadaban.

30 September 1965 menjadi monumen kekejian dan kebinatangan PKI. Kita tetap waspada.

 

*) Penerhati Politik dan Kebangsaan

 

Bandung, 30 September 2022

Berita ini 118 kali dibaca

Share :

Baca Juga

SEGERA PANGGIL ARTERIA DAHLAN

Headline

SEGERA PANGGIL ARTERIA DAHLAN
Jenderal Tyasno Sudarto dan Prof Sri Edi Swasono Ikut Dalam Petisi 100 Makzulkan Jokowi 

Headline

Jenderal Tyasno Sudarto dan Prof Sri Edi Swasono Ikut Dalam Petisi 100 Makzulkan Jokowi 
BEBEK LUMPUH YANG BERJALAN TERTATIH TATIH

Opini

BEBEK LUMPUH YANG BERJALAN TERTATIH TATIH
Muhammadiyah Hindari Fitnah Tambang

Opini

Muhammadiyah Hindari Fitnah Tambang
MAHFUD MENJADI BRUTUS ? 

Opini

MAHFUD MENJADI BRUTUS ? 

Opini

BISMILLAH, SELAMAT JALAN TAMU ALLAH ASAL ACEH MENUJU BAITULLAH
LETKOL MUBIN TERNYATA PERNAH MENJADI GURU BAHASA ARAB

Opini

LETKOL MUBIN TERNYATA PERNAH MENJADI GURU BAHASA ARAB
MUHAMMADIYAH TIDAK SAMA DENGAN SYI’AH

Opini

MUHAMMADIYAH TIDAK SAMA DENGAN SYI’AH