OPINI – Sebuah karikatur menarik. Seorang anak memelas kepada orang dewasa yang berdiri dibalik meja. Si anak berkata dan menuntut “minta.. minta keadilan” dijawab dengan wajah membentak oleh orang dewasa “minta.. minta.. beliii !”. Mengenaskan ternyata soal keadilan yang harus dibeli. Artinya uang menentukan putusan adil atau tidak.
Adalah video viral tentang seorang anggota Polisi bernama Madih mengungkapkan dirinya melaporkan tentang penyerobotan tanah milik orangtuanya. Ia berharap laporan orang tuanya diproses. Ia mempertanyakan dan meminta keadilan atas penyerobotan tanah milik keluarganya. Laporan ke polda Metro Jaya adalah upayanya.
Dalam video tersebut Madih menyampaikan dirinya ternyata oleh Penyidik diminta uang dan hadiah. Ketika awak media bertanya berapa besaran dijawab oleh anggota Provost Polsek Jatinegara ini “seratus juta dan tanah seribu meter”. Ia mengeluh atas perlakuan tersebut. Sebagai anggota Polisi ia dimintakan uang dan tanah oleh penyidik Polisi sendiri.
Bukan rahasia lagi bahwa proses hukum di negara ini “berbayar” dalam arti perlu biaya meski formalnya dipastikan “tidak berbayar” atau sekedar “biaya formal”. Pencari keadilan akan berhenti berjuang ketika ia kehabisan uang. Adanya istilah “mafia hukum” mengindikasikan keberadaan para pemain hitam di ruang hukum yang bisa mengatur vonis baik perdata, pidana maupun tata usaha negara.
Pengacara, Panitera dan Hakim sebagai penegak hukum sering menjadi elemen dari ketidakadilan hukum. Ditambah Polisi dan Jaksa untuk kasus pidana. Meski kita tidak boleh menjeneralisasi tetapi sayangnya “oknum” itu banyak. Ketika seseorang memiliki masalah hukum maka yang pertama dilakukan adalah “berhitung” terlebih dahulu. Guyonannya untuk memperjuangkan seekor kambing siap-siap hilang seekor sapi. Hukum yang mahal.
Mahfud MD ketika membandingkan korupsi orde baru dengan orde kini menyatakan bahwa dibanding orde baru kini jauh lebih gila korupsinya. Ia menyinggung juga hakim di pengadilan. Semestinya sebagai Menko Polhukam Mahfud MD bukan hanya bisa mengeluh tetapi bertindak. Ia punya otoritas untuk memperbaiki.
Jika tak mampu ya mundur.
Agama sudah mengingatkan dalam QS Al Baqarah 88 yang elemennya pertama, jangan merebut harta dengan bathil. Kedua, nanti timbul sengketa yang dibawa ke ruang pengadilan. Ketiga, hakim tidak adil sehingga putusan membuat dosa. Keempat, itu disadari sebagai rekayasa.
Kini si anak memelas minta keadilan tetapi orang dewasa yang berkuasa membentak dengan keras “minta.. minta… Belii !”. Kasihan rakyat pencari keadilan yang berhadapan dengan proses yang mengharuskan ia membeli keadilan itu. Sayangnya ia tidak mampu.
By M Rizal Fadillah, (Pemerhati Politik dan Kebangsaan)
Bandung, 5 Februari 2023