by M Rizal Fadillah*
OPINI – Setelah ditikam dari belakang oleh Megawati kini Jokowi melawan. Penikaman itu adalah pengambilalihan kendali Ganjar Pranowo oleh Megawati padahal Jokowi sudah jauh-jauh hari “nekad” memasarkan Ganjar Pranowo walau ditentang Megawati yang ngotot untuk Puan Maharani. Megawati kini bergerak sendiri dan Jokowi terpaksa membela diri.
Jokowi yang menggelar Musra bersama Projo tidak berhasil menyebut nama dari tiga yang diajukan. Hanya akan memasarkan pilihannya dengan berbisik-bisik kepada partai politik. Tetapi sinyal pidatonya bukan kepada Ganjar Pranowo apalagi Airlangga Hartato melainkan seperti gumaman peserta “Prabowo..”. Jika ini pilihan Jokowi maka perseteruan dengan Megawati akan semakin tajam.
Sejak Jokowi menggunakan KPK untuk menghajar kader PDIP di ranah hukum dan Megawati memainkan Kejaksaan Agung untuk memproses “orang Jokowi” maka ketidakakuran keduanya semakin terasa. Ditambah dengan ngototnya Jokowi waktu itu untuk menggadang-gadang Ganjar Pranowo melawan Puan Maharani.
Peta politik berubah setelah secara mengejutkan Megawati mengumumkan pencalonan Ganjar sebagai Capres PDIP. Jokowi terpukul dan harus melakukan manuver politik. Ia mengumpulkan Ketum partai koalisi di Istana secara tertutup, lalu Musra Projo 14 Mei 2023 di Istora secara terbuka sebagai manuver lanjutan. Pidato “meledak” Jokowi menyirat dukungan kepada Prabowo.
Jika hal itu hanya manuver maka semua tentu belum final. Jokowi akan terus mencari dan mencuri perhatian sedangkan Megawati mulai menggerakkan mesin. Ganjar terus berkeliling keluar dari wilayahnya sebagai Gubernur Jawa Tengah. Tidak etis sebenarnya. Tapi persetan dengan etika. Yang penting sukses dengan segala cara. Itu yang mungkin ada dalam benak dan dada.
Jokowi masih bimbang antara Ganjar dan Prabowo. Belanda masih jauh yang dimaksud adalah waktu yang cukup untuk berfikir dan bersikap. Pidato sosok pemimpin yang berani itu bagus, sayangnya Jokowi memberi contoh tidak berani di Musra itu sendiri. Tidak berani menyatakan bahwa tokoh yang berani itu adalah Ganjar Pranowo atau Prabowo Subianto. Airlangga pasti tidak, Anies Baswedan lebih tidak lagi.
Jokowi bukan pemimpin yang berani melawan Anies. Selain bisik-bisik dan kasak-kusuk. Bukti menjalankan politik gaya tikus cerurut.
Nah, jika pidato Musra benar menjadi sinyal dukungan Jokowi untuk Prabowo maka Megawati dipastikan berang. Implikasinya Jokowi akan ditendang agar menjadi pecundang. Petugas partai yang tidak mengikuti kebijakan partai.
Tapi Jokowi adalah Presiden dan ia bisa juga menendang.
Berlaku motto untuk politisi : “menendang atau ditendang”–kick or to be kicked. Memang semua menjadi penendang, the kickers..!
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 16 Mei 2023