Sriwijayatoday.com LAMPUNG TENGAH – Sungai Way Seputih di Lampung Tengah tak ubahnya ladang emas bagi penambang pasir ilegal. Di Desa Rejosari, Kecamatan Seputih Mataram, aktivitas perusakan lingkungan ini berjalan tanpa hambatan. Alat berat menggali, pipa menyedot, dan truk pengangkut hilir mudik—semua terang-terangan dilakukan, seolah hukum dan regulasi hanya sekadar pajangan.
Ironisnya, aparat penegak hukum dan dinas terkait seperti ESDM maupun Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Lampung memilih bungkam seribu bahasa. Bukan tidak tahu, tapi seolah sudah biasa. Kalaupun dulu sempat ribut, kini mereka seakan tuli dan buta.
“Sudah bertahun-tahun aktivitas ini terjadi. Ditutup satu, muncul sepuluh. Sekarang justru makin brutal,” ujar SG ,narasumber yang memiliki Vidio lokasi penbamgam pasir kepada team Media, Minggu , 20 juli 2025.
Nara sumber inisial SG mengungkapkan bahwa para pelaku tambang pasir ilegal di sepanjang aliran sungai Way Seputih sudah terang-terangan beroperasi tanpa izin resmi. “Mereka hanya mengandalkan izin koordinasi dengan oknum. Negara kalah dengan koordinator lapangan!” cetus SG
Ia menyebut, dari Padang Ratu hingga Jembatan Kembar, lubang-lubang bekas galian menganga seperti luka terbuka di tubuh alam. Sungai yang dulunya jernih, kini keruh dan penuh sisa kerusakan.
“Yang kerja bukan satu dua alat berat, tapi puluhan. Apakah aparat penegak hukum tidak tau atau senggaja tutup mata karena ada dugaan kordinasi yang di terima setiap bulanya ,meski hal ini susah di buktikan akan tetapi logika nyata ,aparat penegak hukum tidak menindak pelaku pelanggar hukum yang jelas terlihat ada apa…….????
Ini bukan rahasia, semua orang tahu siapa mereka. Tapi anehnya, tidak pernah ada proses hukum. Sungai rusak, ekosistem hancur, warga menderita, tapi para pelaku tetap panen untung,” sambung SG
Selain menghancurkan dasar sungai dan merusak ekosistem, tambang pasir liar ini juga berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi warga. Nelayan sungai tak lagi bisa mencari ikan. Sumber air bersih terancam. Tapi, lagi-lagi, semua pihak seperti tak merasa bersalah.
“Kami minta DLH dan ESDM segel lokasi itu. Kalau perlu, cabut semua alat beratnya. Jangan tunggu banjir bandang baru sibuk saling lempar tanggung jawab,” desak SG
Namun sayangnya, di negeri ini, sering kali kerusakan alam justru jadi panggung keheningan para pejabat. Bukan karena tak tahu, tapi karena terlalu sibuk menghitung setoran.
Sungai Way Seputih menangis, tapi yang terdengar hanya deru ekskavator. Alam merintih, tapi para pemangku kebijakan justru menutup telinga dengan nyaman di balik meja
Sampai kapan negara ini aparat penegak hukum pura pura tidak tau ??
Sementara Evi pegawai di dinas lingkungan hidup bagian penindakan saat di konfirmasi via watsahap hanya membalas salam dan tidak menjawab konfirmasi awak media team,(team)