Jakarta, Sriwijayatoday.com – Kebijakan Pemerintah melarang penjualan LPG 3 kilogram di tingkat pengecer sejak awal Februari 2025, memicu keprihatinan Anggota Komisi XII DPR RI, Muh Haris. Menurut Haris, pemerintah harus segera mengambil langkah konkret agar masyarakat kecil dan pelaku usaha mikro tidak semakin terbebani karena sulitnya mendapatkan elpiji subsidi.
Kebijakan Pemerintah yang melarang penjualan LPG 3 kilogram di tingkat pengecer tersebut, mengharuskan masyarakat membeli elpiji subsidi hanya melalui pangkalan resmi yang ditunjuk PT Pertamina. Akibatnya, antrian panjang di pangkalan menjadi pemandangan umum, sementara harga di pasar gelap melambung tinggi.
” Sebenarnya, kebijakan untuk menjual LPG 3 kilogram hanya melalui sub-penyalur resmi ihi cukup bagus. Karena bisa lebih mudah mengontrol harga yang terkadang lebih tinggi dari harga HET oleh pengecer,” ujarnya di Gedung Nusantara 1 DPR RI, Sabtu siang.
Selain itu, langkah ini dilakukan pemerintah agar semua pengecer segera mengurus NIB untuk naik kelas menjadi sub-penyalur resmi Pertamina. Akan tetapi, setelah diberlakukannya kebijakan tersebut realitannya di lapangan banyak pengecer yang tidak memahami kebijakan ini, karena kurangnya sosialisasi dari Pemerintah. Sehingga, ketika suplai Pertamina dihentikan masyarakat yang biasa membeli ke pengecer menjadi kesulitan mendapatkan LPG 3 kilogram.
” Jika memang tidak bisa dibilang langka, mengapa antrian panjang terjadi di berbagai daerah? Jangan sampai kebijakan yang bertujuan baik justru menyulitkan rakyat kecil,” sambungnya.
Berdasarkan data informasi yang dihimpun, realisasi penyaluran LPG 3 kilogram di Jakarta pada tahun 2024 mencapai 414.134 Matrik Ton (MT). Namun, untuk tahun 2025, pemerintah justru menurunkan kuota menjadi 407.555 MT. Pemangkasan ini dinilai berpotensi memperparah kelangkaan, terutama di wilayah dengan konsumsi tinggi.
Menanggapi pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, beberapa waktu lalu yang menyebutkan bahwa tidak ada kelangkaan, melainkan hanya pembatasan pembelian. Haris menilai, realitas di lapangan tidak sesuai dengan pernyataan.
Banyak masyarakat mengeluhkan elpiji subsidi yang sulit didapat, bahkan beberapa pelaku usaha mikro harus menghentikan produksi penjualan akibat ketiadaan stok elpiji.
Sebagai anggota DPR yang membidangi energi, lingkungan, dan investasi, Muh Haris mendesak Pemerintah dan PT Pertamina untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan distribusi LPG 3 kilogram. Ia mengusulkan empat langkah strategis untuk mengatasi permasalahan ini.
Dengan langkah, pertama Pemerintah harus menyesuaikan kuota LPG 3 kilogram agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat, terutama bagi rumah tangga miskin dan pelaku usaha mikro. Karena dengan pengurangan kuota, justru berpotensi meningkatkan keresahan dan spekulasi di pasar.
Kedua, melakukan evaluasi terhadap mekanisme distribusi harus segera dilakukan. Jika sistem distribusi melalui pangkalan resmi menimbulkan kendala, maka Pemerintah perlu mencari solusi yang lebih fleksibel tanpa mengorbankan efektivitas subsidi.
Ketiga, pengawasan harga di lapangan harus diperketat. Kelangkaan LPG 3 kilogram berpotensi dimanfaatkan oleh spekulan untuk menaikkan harga, yang pada akhirnya semakin memberatkan masyarakat. Pemerintah harus memastikan harga tetap stabil dan sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan.
Keempat, sosialisasi mengenai sistem pembelian LPG 3 kilogram harus dilakukan secara masif. Banyak masyarakat yang masih kebingungan dengan aturan baru yang diberlakukan oleh Pemerintah, sehingga perlu ada edukasi yang lebih jelas agar masyarakat tidak kesulitan mendapatkan elpiji subsidi.
Haris menegaskan, DPR akan segera meminta PT Pertamina dan Kementerian ESDM untuk menjelaskan kondisi sebenarnya dan mempertanyakan langkah apa yang sudah diambil untuk mengatasi permasalahan ini.
” Kami akan memastikan kebijakan distribusi LPG 3 kilogram apakah benar-benar berpihak kepada rakyat kecil atau malah sebaliknya. Jangan sampai masyarakat kecil dikorbankan akibat kebijakan yang kurang matang,” tegasnya.
Haris mengungkapkan, ia berharap Pemerintah dapat segera merespon situasi ini dengan cepat dan tepat. Kelangkaan elpiji subsidi, jika dibiarkan berlarut-larut, bisa berdampak luas terhadap ekonomi rumah tangga dan usaha kecil yang bergantung pada bahan bakar gas elpiji.
Editor: News AuthorSumber: https://Sriwijayatoday.com