OPINI – Kepala Desa demo ke DPR berjuang untuk memperpanjang masa jabatannya dari 6 tahun menjadi 9 tahun. UU No 6 tahun 2014 tentang Desa minta dikoreksi. Jika berhasil tuntutannya maka Kepala Desa dapat menjabat 3 Periode kali 9 tahun total 27 tahun.
Presiden Jokowi seperti biasa menyatakan menghormati aspirasi walau UU membatasi 6 tahun. Dapat menjabat tiga periode. “Tiga periode”‘ seru Jokowi sambil menunjukkan tiga jarinya.
Sewaktu ramai adanya dukungan agar masa jabatan Presiden itu tiga periode, Jokowi menyatakan bahwa Konstitusi membatasi masa jabatan dua periode. Akan tetapi jika ada aspirasi tiga periode ya boleh-boleh saja “kita negara demokrasi” serunya.
Jokowi hadir dalam berbagai acara yang dikemas sebagai “Musyawarah Rakyat (Musra)” dengan isu politik antara lain perpanjangan masa jabatan hingga tiga periode.
Jokowi tidak eksplisit mendukung aspirasi jabatan Kepala Desa 9 tahun. Namun mobilisasi Kepala Desa yang menuntut penambahan terasa “by design”. Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) mendukung penambahan masa jabatan Kepala Desa menjadi 9 tahun. Menurut Ketua Apdesi versi Surtawijaya Ketua Dewan Pembina Apdesi adalah Luhut Binsar Panjaitan. Sementara Penasehat ada Menteri Desa Abdul Halim Iskandar dan ada pula Mendagri Tito Karnavian.
Menteri Desa PDTT Abdul Halim Iskandar sangat mendukung masa jabatan Kepala Desa 9 tahun. Dan itu tentu suara Istana. Dahulu Jokowi pernah menyatakan bahwa tidak ada visi dan misi Menteri yang ada adalah visi misi Presiden. Jadi Luhut, Tito dan Halim adalah kepanjangan tangan dari “visi misi ” Presiden Jokowi.
Mendorong gerakan Desa untuk mempengaruhi kebijakan Pusat adalah gaya masa Orla dengan PKI nya. Kini entah ada sambungan atau tidak soal Gerakan Desa 9 tahun dengan Gerakan Istana 3 Periode ? Faktanya adalah munculnya Gerakan Desa 9 tahun ternyata berbarengan dengan hangatnya Gerakan Istana 3 Periode.
Aspek simbiosisnya adalah Istana akan membantu perjuangan Kepala Desa untuk dapat menambah masa jabatan menjadi 9 tahun sedangkan Kepala Desa akan membantu, mendorong dan mendesak agar Presiden mendapat legalitas menjabat 3 Periode. Saling menguntungkan.
Hal seperti ini adalah bentuk dari “politik barter” yang sebenarnya menjadi ciri dari “politik primitif”. Memang kadang bahasa politik yang dikemukakan Presiden Jokowi itu harus dibaca sebaliknya “tidak pakai dana APBN” artinya akan menggunakan, “new smart city” dibaca new mangkrak city, “harga BBM stabil” artinya naik “meroket” itu nyungsep.
Jadi bacaan untuk Indonesia maju itu adalah Indonesia mundur. Aspirasi Desa sama dengan menggiring atau memperalat Desa.
Memang kita dididik untuk menjadi bangsa yang arif. Faham akan kata bersayap.
By M Rizal Fadillah, (Pemerhati Politik dan Kebangsaan)
Bandung, 4 Februari 2023