Bekasi Jawa Barat, Sriwijaya Today – Pemerintah Kabupaten Bekasi kembali disorot setelah hasil audit Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Tahun Anggaran 2024 menemukan dugaan penyimpangan dalam pengelolaan pajak reklame.
Dalam laporan yang telah diaudit tersebut, tercatat bahwa realisasi pendapatan pajak daerah mencapai Rp2,447 triliun atau 88,75 persen dari target Rp2,757 triliun.
Namun di balik capaian tersebut, ditemukan adanya potensi kehilangan pendapatan daerah sebesar Rp184.697.665,00 akibat reklame milik sejumlah hotel yang belum terdaftar sebagai wajib pajak reklame di aplikasi resmi Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Bekasi.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa 13 hotel di wilayah Bekasi, di antaranya Asuka Hotel, Enso Hotel, Igloo Hotel, Swiss-Belinn Cibitung, Holiday Inn, Ibis Styles, Fave Hotel, Swiss-Belinn Cikarang, Lotte Mart, SGC Mall Cikarang, Living Plaza, Hotel Harper Cikarang, dan Hotel Primebiz, memasang berbagai bentuk reklame seperti papan nama, papan merek, neon box, dan videotron, namun tidak tercatat sebagai wajib pajak reklame dalam sistem SIMPAD.
Kondisi ini menimbulkan potensi kerugian pendapatan bagi pemerintah daerah sebesar Rp184,7 juta.
Dugaan modus penyimpangan muncul dari hasil telaah dan klarifikasi yang dilakukan auditor. Pertama, terdapat pembiaran administratif oleh petugas UPTD Bapenda yang mengetahui adanya reklame permanen namun tidak mendaftarkan atau menindaklanjuti penetapan pajaknya. Kedua, ditemukan kelalaian dalam pengawasan dan verifikasi lapangan terhadap reklame yang telah terpasang.
Ketiga, muncul dugaan adanya kolusi antara wajib pajak dan petugas, di mana pelaku usaha diduga sengaja tidak melaporkan reklamenya untuk menghindari pajak, dengan kemungkinan adanya kompensasi informal.
Selain itu, terdapat indikasi manipulasi data pada sistem SIMPAD, berupa penghapusan atau penonaktifan data objek pajak reklame tertentu.
Temuan ini diperkuat oleh beberapa bukti awal. Data SIMPAD Bapenda menunjukkan bahwa 13 hotel tersebut tidak tercatat sebagai wajib pajak reklame.
Dokumentasi lapangan membuktikan bahwa reklame fisik memang terpasang di masing-masing lokasi hotel.
Auditor juga menemukan perhitungan potensi pajak reklame sebesar Rp184.697.665,00 yang termuat dalam lampiran laporan hasil pemeriksaan. Selain itu, konfirmasi dari UPTD wilayah I, II, dan III menyatakan bahwa reklame-reklame tersebut memang belum terdaftar dalam sistem dan tidak ditemukan adanya Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) yang diterbitkan.
Dari sisi hukum, kondisi tersebut melanggar Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 8 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, khususnya Pasal 32 ayat (1) dan (2) yang menyatakan bahwa seluruh bentuk penyelenggaraan reklame merupakan objek pajak daerah.
Dengan demikian, setiap papan nama, merek, atau media promosi permanen seharusnya dikenakan pajak. Selain melanggar ketentuan daerah, tindakan pembiaran ini juga mengandung unsur pelanggaran disiplin aparatur sipil negara sebagaimana diatur dalam PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, yang mewajibkan setiap ASN menaati peraturan perundang-undangan dan dapat dijatuhi hukuman disiplin atas kelalaian yang menimbulkan kerugian negara.
Lebih jauh, apabila terbukti terdapat unsur kesengajaan atau penerimaan imbalan, maka perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Beberapa pasal yang berpotensi diterapkan antara lain Pasal 2 ayat (1) tentang perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara, Pasal 3 tentang penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian keuangan negara, serta Pasal 12 huruf a dan b yang mengatur penerimaan suap atau gratifikasi oleh pejabat publik.
Dari hasil analisis, ditemukan indikasi kuat bahwa kelemahan sistem pengawasan internal Bapenda menjadi celah utama yang dimanfaatkan dalam kasus ini.
Petugas UPTD di lapangan tidak melaksanakan verifikasi secara menyeluruh terhadap keberadaan objek reklame, sementara sistem SIMPAD tidak memiliki mekanisme integrasi otomatis dengan data perizinan usaha dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) serta Dinas Pariwisata.
Kondisi ini menyebabkan sejumlah objek pajak tidak teridentifikasi dan tidak tertagih.
Kerugian yang timbul bukan hanya bersifat finansial, tetapi juga berdampak pada akuntabilitas dan kepercayaan publik terhadap pengelolaan pajak daerah.
Pemerintah daerah kehilangan potensi pendapatan yang seharusnya dapat digunakan untuk pembiayaan pembangunan, sementara integritas aparatur pajak turut dipertanyakan. Selain itu, rendahnya realisasi pendapatan pajak,hanya 88,75 persen dari target, menunjukkan adanya kelemahan serius dalam optimalisasi penerimaan daerah.
Untuk menindaklanjuti temuan ini, direkomendasikan agar Pemerintah Kabupaten Bekasi melalui Bapenda segera melakukan pendataan ulang seluruh reklame permanen di wilayahnya, menerbitkan SKPD atas reklame yang belum terdaftar, dan mengenakan sanksi administratif berupa denda sesuai ketentuan dalam Perda Nomor 8 Tahun 2023.
Bapenda juga perlu memperkuat integrasi sistem SIMPAD dengan basis data perizinan reklame dan usaha, serta meningkatkan koordinasi antar-OPD dalam verifikasi lapangan.
Selain langkah administratif, Inspektorat Daerah disarankan untuk melakukan audit investigatif lanjutan terhadap unit kerja Bapenda, khususnya UPTD wilayah I, II, dan III, guna menelusuri indikasi kolusi dan penyalahgunaan kewenangan.
Apabila ditemukan bukti kuat adanya unsur kesengajaan, laporan hasil pemeriksaan harus segera diserahkan kepada aparat penegak hukum, baik Kejaksaan maupun Kepolri , untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut. Sanksi disiplin berat bahkan pemberhentian dapat dijatuhkan kepada aparatur yang terbukti lalai atau menyalahgunakan jabatan.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi Pemerintah Kabupaten Bekasi bahwa pengawasan terhadap pajak reklame tidak boleh diabaikan.
Kelemahan sistem dan pengendalian internal dapat berujung pada hilangnya potensi pendapatan daerah serta membuka peluang korupsi. Penindakan yang cepat, transparan, dan tegas diharapkan dapat memulihkan kepercayaan publik dan memastikan pengelolaan pajak daerah berjalan sesuai prinsip akuntabilitas dan pemerintahan yang bersih.
(Harno Pangestoe)
Editor: RedaksiSumber: https://sriwijayatoday.com















