by M Rizal Fadillah*
OPINI | Skenario “the real ruler” oligarki soal Jokowi tiga periode atau perpanjangan masa jabatan atau memajukan boneka untuk Pilpres 2024 sudah banyak dibaca publik. Beberapa pengamat sudah memberi “warning”. Hanya yang kini agak menarik adalah bahwa skenario tersebut dikemukakan lantang oleh kader PDIP Masinton Pasaribu dalam salah satu acara yang kemudian viral.
Pembiaran atas ucapan kadernya itu memberi sinyal bahwa PDIP memang sejalan dengan pandangannya. Publik melihat di akhir masa jabatan periode kedua Jokowi ini Ketum PDIP Megawati sering “memelototi” ulah Jokowi yang sepertinya berjalan sendiri atau berjalan bersama oligarki. Petugas partai yang tidak menjalankan tugas partainya.
Sejak awal meskipun PDIP sebagai pemenang Pemilu dan sukses menjadikan Jokowi sebagai Presiden akan tetapi Jokowi tidak penuh berada dalam kendalinya, bahkan dalam beberapa hal menjadi “petugas durhaka” dengan mengancam, menghukum dan menantang kebijakan partai. KPK yang “mengejar” kader PDIP dan mendorong Ganjar Pranowo sebagai Capres untuk “menyaingi” Puan Maharani adalah contoh sikap berseberangannya itu.
Mengenai semangat tiga periode yang secara ambivalen dimainkan Jokowi dimana di depan seperti menolak tapi di belakang terus ‘blusukan’ sebenarnya ditentang keras oleh rakyat. Semangat itu tidak sesuai dengan aturan Konstitusi. Begitu juga dengan perpanjangan masa jabatan. Rakyat tidak akan bisa menerima.
Suara yang dikemukakan oleh Bahlil, Zulhas, Cak Imin, Bamsoet dan lainnya itu sangat tidak berdasar. Alasan yang dikaitkan dengan pandemi Covid 19 adalah dalih politik yang mengada-ada atau diada-adakan.
Suara lantang kader PDIP Masinton Pasaribu sesungguhnya sama atau sejalan dengan aspirasi rakyat pada umumnya. Karenanya wajar jika PDIP harus segera keluar dari kandangnya untuk bersama rakyat menentang semangat dan kekuasaan oligarki Pemerintahan Jokowi. Jokowi sudah jelas gagal membawa bangsa pada kehidupan yang bermartabat dan berkedaulatan rakyat. Apalagi sejahtera, adil dan makmur.
Demikian juga dengan pengajuan boneka oligarki. Hal ini tentu menyakitkan dan membodohi rakyat. Betapa nista rakyat jika disodori seorang pemimpin yang berkategori boneka. Indonesia bukan panggung sandiwara atau tempat pertunjukan wayang yang bisa dimainkan untuk sekedar mengacak-acak perasaan penonton.
PDIP adalah pemenang Pemilu, PDIP pula yang menjadikan Jokowi sebagai Presiden. Ternyata Jokowi itu tidak amanah dan terlalu banyak membuat masalah. PDIP harus ikut bertanggung jawab pada rakyat dengan segera mencabut mandat. Mendesak Jokowi untuk segera mundur adalah jalan PDIP berdasarkan Tap MPR No VI tahun 2000.
Jika ngotot atau tidak mau, maka PDIP dapat memelopori upaya meminta DPR agar memulai penggunaan Pasal 7A UUD 1945 yakni memundurkan Presiden. MPR kelak yang menentukan. Sangat kuat dugaan bahwa rakyat akan mendukung. Partai-partai politik yang masih ingin mendapatkan dukungan dari rakyat tentu akan bersama-sama PDIP dalam menjalankan mekanisme konstitusional ini.
Situasi kebangsaan kita sudah sangat parah, Jokowi sudah tidak dapat dipercaya. Bahkan berbahaya. Saatnya berbuat untuk kepentingan rakyat, bangsa dan negara.
Sejarah tengah menunggu siapa yang mampu berbuat untuk mengubah keadaan ke arah yang lebih baik.
Pilihannya : “take it or leave it”. ***
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 13 Desember 2022