by M Rizal Fadillah*
HINGGA kini pemeriksaan kasus dugaan penodaan agama pimpinan Ma’had Al Zaytun Panji Gumilang alias Abu Toto masih berjalan. Tetapi terkesan lamban dan sangat hati-hati untuk tidak menyebut istimewa. Jarang kasus yang mendapat perhatian publik apalagi menyangkut penodaan agama sangat bertele-tele seperti ini. MUI yang menjadi lembaga kompeten pemberi fatwa keagamaan justru menjadi sasaran dari perlawanan Panji Gumilang.
Di tengah proses pidana yang sedang dijalankan oleh pihak Kepolisian, Panji Gumilang “bermain hukum” dengan melakukan gugatan perdata terhadap Wakil Ketua Umum MUI DR H Anwar Abbas dan MUI sendiri. Kasus gugatan ini sudah mulai masuk tahap persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tuntutan ganti kerugian materiel berupa satu rupiah dan kerugian imateriel satu trilyun rupiah.
Dilihat dari materi gugatan nampaknya ringan dan mudah untuk mematahkan. Masalahnya Panji Gumilang sedang bermain politik melalui hukum. MUI pun harus menjawab permainan ini dengan dua hal pertama, jawaban eksepsional bahwa masalah ini bukan kompetensi peradilan perdata. Kedua, lakukan gugatan rekonpensi (gugat balik) dengan menuntut ganti kerugian materiel sepuluh rupiah dan immateriel sepuluh trilyun rupiah. Ulah Panji Gumilang dinilai telah merugikan umat Islam.
Mengingat arogansi yang luar dari biasa Panji Gumilang baik karena merasa berkuasa sebagai “kepala negara” maupun mendapat “back up” dari banyak pejabat negara, maka perlawanan untuk meruntuhkan arogansi dan kegilaannya harus dilakukan dengan serius dan “all out”.
Panji Gumilang Menantang publik khususnya umat Islam dengan mengundang anak DN Aidit tokoh PKI dan Conni alumni Tel Aviv serta Monique aktivis Zionis ke acara di Ma’had Al Zaytun. Eforia kemenangan ditampilkan dalam membingkai kejahatan. Umat Islam dipandang mudah untuk dipermainkan. Panji Gumilang harus dilawan keras oleh umat Islam bersama MUI.
Ketika Panji Gumilang bermain politik dengan “main gertak” hendaknya MUI sebagai lembaga resmi yang diakui negara tidak boleh kalah apalagi harus diinjak-injak dan dilecehkan. Hayo siapkan komando MUI untuk menginstruksikan seluruh umat agar melakukan “masiroh kubro” atau demonstrasi besar-besaran mengepung Ma’had Al Zaytun. Umat akan siap berjihad bersama MUI.
Berhala Panji Gumilang harus secepatnya dihancurkan berkeping-keping.
Perusak akidah dan syari’at itu tidak boleh dibiarkan. Bila hukum dianggap mainan dan tidak berdaya menghadapi arogansinya, maka umat Islam berhak untuk menentukan langkah dengan caranya sendiri. Tentu untuk menjaga wibawa agama dan moral bangsa.
Panji Gumilang adalah penghianat agama dan bangsa. Merusak tatanan dan kerukunan dengan menafsirkan keberagamaan menurut hawa nafsunya sendiri. Jika sikap seperti ini tidak ditindak dengan konsisten oleh negara, maka penyelenggara negara harus bertanggung jawab atas akibatnya.
Panji dinilai telah mengusik keyakinan keagamaan umat Islam.
Tentu umat Islam siap mengorbankan harta, tenaga bahkan nyawa dalam berjuang untuk membela agamanya.
Dahulu saat pembahasan RUU HIP yang “berbau komunis” MUI telah bersiap memimpin “masiroh kubro” untuk mengantisipasi bahaya RUU HIP jika sampai diundangkan. Kini melawan “kekuatan besar” yang diperankan oleh Panji Gumilang dan Al Zaytun, maka jangan dikesampingkan langkah MUI untuk menginstruksikan kepada umat Islam agar melakukan “masiroh kubro”–demonstrasi besar-besaran melawan “negara dalam negara” Al Zaytun pimpinan Panji Gumilang.
Umat Islam dalam posisi menunggu sikap dan langkah MUI selanjutnya. Ormas dan lembaga keumatan tentu siap untuk berada di belakangnya. Semoga aparat penegak hukum dapat bergerak lebih cepat. Agar tidak timbul praduga buruk “melindungi kejahatan” khususnya dalam pandangan umat Islam.
Panji Gumilang tidak perlu diistimewakan. Tidak perlu diistimewakan.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan Bandung, 28 Juli 2023