“OJK Sebut Aset JIWASRAYA Rp 6,7 Triliun Belum Cukup, Praktisi Asuransi: OJK Tertibkan Direksi BUMN Nakal, Lindungi Konsumen, dan Aset Properti Negara‼️”
Jakarta | Sriwijayatoday.com — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai PT Asuransi Jiwasraya (Persero) belum memiliki aset yang cukup untuk menyelesaikan seluruh pembayaran klaim kepada pemegang polis yang terdampak. Deputi Komisioner Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) dan Perlindungan Konsumen OJK Rizal Ramadhani menjelaskan bahwa aset Jiwasraya saat ini hanya sebesar Rp 6,7 triliun. Dengan aset tersebut, Jiwasraya belum mampu membayar penuh klaim asuransi para pemegang polis. Padahal, kata Rizal, OJK selain ingin menyehatkan Jiwasraya juga berkomitmen melindungi sekitar 350 ribu nasabah Jiwasraya. Oleh sebab itu, jika pembayaran klaim hanya kepada sebagian pemegang polis dengan aset yang ada, otoritas khawatir bakal timbul ketidakadilan bagi nasabah lainnya. Rizal menekankan OJK pada dasarnya ingin para pemegang polis tersebut dibayar haknya penuh 100 persen dan merata jumlahnya. “Misalnya, jika satu nasabah dibayar penuh, maka yang lain mungkin hanya menerima sebagian kecil dari yang seharusnya mereka terima,” kata dia saat ditemui di Gedung OJK, di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Selasa, 20 Agustus 2024, dikutip dari bisnis.tempo.com
Tim wartawan Sriwijayatoday.com menghubungi terpisah untuk meminta tanggapan dari Praktisi Asuransi Latin, S.E yang merupakan Anggota Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (KUPASI), juga Mantan Unit Manager BUMN PT Asuransi Jiwasraya (Persero), dan Sekjend Forum Komunikasi Pekerja Agen Asuransi Jiwasraya (FKPAAJ), sependapat dengan pernyataan OJK tersebut, akan tetapi nilai aset sebesar Rp 6,7 triliun itu harus jelas, hilangnya kemana. Jika untuk membackup liabilitas keuangan Jiwasraya sebesar Rp 59,7 triliun itu tidak akan cukup, perlu ada tambahan penguatan permodalan dari negara. Mungkin dalam bentuk investasi dari Pemerintah dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada Jiwasraya atau bentuk lain. Diketahui sebelumnya laporan keuangan perseroan Jiwasraya tahun 2018 membukukan aset sebesar Rp 32,7 triliun. Akan tetapi ketersediaan aset itu tidak semuanya harus dibayarkan keseluruhan polis asuransi yang ada, untuk memenuhi seluruh kewajiban total utang polis asuransi negara yang sudah terbentuk sejak lama. Syaratnya perusahaan asuransi jiwa tertua milik negara BUMN tersebut, harus tetap hidup dan beroperasi menjalankan fungsinya sebagai perusahaan asuransi jiwa. Besaran total liabilitas perseroan atau yang menjadi piutang polis negara terhadap seluruh nasabah yang ada sebesar Rp 59,7 triliun per 31 Desember 2021.
Pemerintah sejak awal secara resmi tidak ada pengumuman akan melakukan likuidasi terhadap “Legenda Asuransi” atau bisnis BUMN PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang sudah beroperasi sangat lama 164 tahun. Jauh sebelum Indonesia merdeka sebagai perusahaan asuransi jiwa tertua milik negara. Pemerintah ko tiba-tiba mendadak, dari Direksi BUMN itu membuat pengumuman yang menarget untuk melikuidasi atau dikembalikan ijin lisensi asuransi Jiwasraya ke OJK. Hal ini tidak sejalan dengan rekomendasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK-RI), terhadap asuransi jiwa tertua untuk tetap dipertahankan sebagai sejarah asuransi yang melatar belakangi perjalanan bangsa Indonesia, juga rekomendasi Badan Perlindungan Konsumen (BPKN-RI), dan rekomendasi Pansus Jiwasraya DPD-RI.
Pemerintah ditengah perjalanan tiba-tiba melikuidasi perseroan Jiwasraya, itu dipertanyakan bisikan darimana ? Mekanisme likuidasi perusahaan BUMN sudah diatur sangat jelas regulasinya, seharusnya taati peraturan UU. Dimana seluruh total kewajiban utang atau total liabilitasnya harus dialihkan portofolio pertanggungan polis asuransi ke perusahaan asuransi lain yang sejenis, memiliki produk asuransi yang sama, dan juga tidak dalam rangka untuk mengurangi hak-haknya konsumen asuransi atau nasabah Jiwasraya.
Seharusnya Pemerintah tidak mengurangi hak-haknya nasabah, tetapi faktanya hari ini proposal penawaran “restrukturisasi polis asuransi” yang disampaikan, justru memotong total liabilitasnya Jiwasraya 40 persen atau sebesar Rp 23,8 triliun dari total liabilitas sebelumnya Rp 59,7 triliun. Akibatnya nasabah harus menderita kerugian sangat besar yang dialihkan, setelah dipotong 60 persen liabilitasnya tinggal Rp 35,8 triliun dioper ke perusahaan asuransi (IFG Life), merupakan perusahaan milik dari PT BPUI (Bahana Pembinaan Usaha Indonesia), dan itu penyelesaiannya secara cicilan hingga 15 tahun melalui kas IFG Life.
Proses pengalihan terhadap seluruh portofolio polis nasabah Jiwasraya ke IFG Life, itu dinilai janggal, tidak sah cacat hukum juga melawan hukum dan bertentangan dengan regulasi UU diatasnya. Padahal secara aturan itu melanggar ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 69/POJK.05/2016 Pasal 60 ayat (2) huruf “a” tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Reasuransi Syriah.
Seharusnya, mantan Bankir yang juga Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko tidak melakukan langkah penyehatan, penyelamatan yang ceroboh, dan ugal-ugalan dalam mengelola dana investasi dari premi asuransi puluhan triliun di Jiwasraya. Dimana yang dilakukan itu, sebagai bentuk tindakan yang tidak profesional membatalkan polis asuransi terhadap seluruh nasabah atau pemegang polis dari Jiwasraya, yang dilakukan cutoff-polis per 31 Desember 2020.
Akibatnya perhitungan akuntansinya antara kewajiban atau liabilitas dengan ketersediaan aset yang ada tidak mencukupi mengcover, jika saat itu dilakukan likuidasi Jiwasraya. Akan tetapi, jika tidak dilakukan likuidasi Jiwasraya tentu akan sangat cukup yang dibackup dengan ketersediaan aset sebesar Rp 32,7 triliun untuk mengcover liabilitas Jiwasraya sebesar Rp 59, 7 triliun.
Tindakan fatal kewajiban hutang polis negara menjadi membengkak sebesar Rp 59,7 triliun itu berubah menjadi utang polis negara, yang harus segera dibayarkan atau diselesaikan segera oleh Pemerintah. Skenario bohong ini yang diduga dimainkan Hexana ketika menjadi Direktur Utama, untuk mendapatkan suntikan dana PMN yang total kebutuhan awalnya ternyata diluar prediksi Rp 20 triliun menjadi sebesar Rp 34,7 triliun. Hal ini digunakan untuk menutupi kekurangannya yang digunakan untuk memenuhi standar kesehatan keuangan sebagai perusahaan asuransi itu dikatakan sehat bila sudah memenuhi RBC minimal 120% yang disyaratkan oleh OJK.
Peristiwa pembatalan polis asuransi Jiwasraya, secara sepihak tanpa didahului dengan putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap yang diputus oleh Hakim. Maka pembatalan polis itu menjadi tidak berlaku, cacat hukum dan tidak sah, karena yang dilakukan Hexana merupakan perbuatan yang melawan Hukum.
Sebagai informasi, polis asuransi jiwa itu memiliki durasi kontrak jangka waktu yang berbeda-beda, tidak semua sama seperti contoh; polis asuransi pensiun Anuitas, polis asuransi pendidikan, polis murni asuransi 1 tahun saja tanpa ada unsur saving, ada kontrak panjang, ada kontrak pendek perjanjian polisnya. Contoh: kontrak perjanjian polis asuransi panjang antar 5 – 20 tahun, atau bahkan sampai seumur hidup.
“Kapan manfaat polis asuransi jiwa itu harus dibayarkan oleh perusahaan asuransi ?”
Ketika ada resiko seperti meninggal dunia, resiko sakit butuh perawatan dirumah sakit, musibah akibat kecelakaan, dana tahapan belajar pendidikan, pembayaran pensiun bulanan, dan habis kontrak asuransi. Itu semua bisa dihitung kebutuhannya bisa di proyeksikan oleh bagian Aktuaria perusahaan asuransi. Maka memang backup ketersediaan aset likuid menjadi penting, seberapa besar cash flow kebutuhan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang untuk pembayaran klaim asuransi itu. Dan tidak semuanya harus dibayar sama rata, sepanjang perusahaan asuransi itu masih beroperasi, tentu akan bisa tertutup bisa dari sisi investasinya, dan keuntungan mortalita.
Matan Direktur Utama Jiwasraya, yang saat ini menjadi Direktur Utama PT BPUI (Bahana) / IFG, Hexana Tri Sasongko diduga telah melakukan pembohongan publik atas pengumuman gagal bayar polis asuransi JS Saving Plan saluran bancassurance Rp 802 miliar diumumkan diruang publik, Oktober 2018, tanpa didukung dengan data yang valid. Hal ini menjadi pemicu awal terjadi RUS penarikan dana polis asuransi secara besar-besaran di seluruh Indonesia. Akibatnya bisnis sektor perasuransian Jiwasraya, mengalami krisis kepercayaan asuransi (distrust), hingga rusaknya reputasi asuransi BUMN.
“Apa motivasi Hexana mengumumkan secara terbuka diruang publik, gagal bayar polis asuransi negara Rp 802 miliar, padahal negara mampu bailout PMN sebesar Rp 34,7 triliun ?”
Diketahui ada dokumen resmi pernyataan Direktur Keuangan Jiwasraya, 1 (satu) bulan sebelum pengumuman gagal bayar polis JS Saving Plan. “Jiwasraya” masih memiliki dana yang cukup untuk membayar seluruh kewajiban, atau liabilitas atas delay-payment Rp 802 miliar. Karena dilihat dari total aset yang dimiliki Jiwasraya pada 2018 sebesar Rp 32,7 triliun. Dalam surat pemberitahuan bernomor 00709/Jiwasraya/1018, PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menyampaikan, bahwa masih memiliki aset cukup sebesar Rp 32,7 triliun yang ditempatkan dalam sejumlah instrumen investasi. Surat bertanggal 15 Oktober 2018 itu ditandatangani oleh Direktur Keuangan Jiwasraya, Danang Suryono.
Didalam surat tersebut disampaikan bahwa posisi investasi per 30 September 2018 terdapat total investasi sebesar Rp 32,7 triliun dimana di dalam investasi tersebut terdapat Deposito sebesar Rp 725 miliar dan Obligasi sebesar Rp 4,5 triliun. Dikutip, dari detikfinance, Jakarta, Minggu (29/12/2019).
Hampir seluruh program kerja yang diterapkan tidak ada yang baik, dan gagal yang oleh Hexana Tri Sasongko mantan Bankir dari perusahaan plat merah itu, yang juga mantan Direktur Utama Jiwasraya, yang kini menjadi Direktur Utama pada PT BPUI (Bahana) atau IFG, setelah sebelumnya mengumumkan gagal bayar polis JS Saving Plan. Kewajiban yang ada saja Hexana ingkar janji atas liabilitas utang polis asuransi negara yang sudah terbentuk. Sebagai contoh : program dari roll over JS Saving Plan, bunga jatuh tempo dibayar penuh dan bunganya roll over dibayar di muka 7% p.a net. Pokoknya di-reschedule 1 tahun dengan cara di-roll over. janji itupun wanprestasi tidak dibayarkan, Hexana.
Program gagal Hexana berikutnya adalah “Corporate Action” yang mengundang para investor lokal dan investor Asing. Masuk investasi di perusahaan anak milik BUMN PT Asuransi Jiwasraya (Persero), untuk mendirikan perusahaan anak dari induknya, yang dinamakan “PT Jiwasraya Putera”, digadang akan mendapatkan suntikan dana mencapai Rp 3 triliun – 7 triliun. Kata Hexana sebagai sekoci penyelamatan arus kas bagi Induk BUMN PT Asuransi Jiwasraya (Persero).Ternyata, ditengah perjalanan-pun, anak perusahaan itu dicabut ijin operasional oleh OJK. Bayangkan betapa cerobohnya, berapa ratus miliar Hexana menghamburkan uang perseroan Jiwasraya, yang uang itu adalah uang milik nasabah dari sumber pengumpulan premi. Belum lagi soal pembagian bonus tantiem, Tunjangan Hari Raya yang berlipat, atas capaian keberhasilannya restrukturisasi.
Program gagal terkahir ini adalah benar-benar semua “bohong” yang menipu banyak orang melalui proposal Rencana Penyehatan Keuangan Jiwasraya (RPKJ) yang diajukan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dengan implementasi restrukturisasi liabilitas atau kewajiban seluruh utang polis negara di “Jiwasraya”. Program RPK atau Rencana Penyehatan Keuangan Jiwasraya ini yang diduga telah dipolitisasi oleh Hexana sebagai Direktur Utama PT BPUI (Bahana) atau IFG untuk mengubur “legend asuransi” dan target melikuidasi bisnis asuransi Jiwasraya. Dimana, implementasi dari restrukturisasi liabilitas atas utang polis negara tersebut melalui “skema restrukturisasi polis asuransi”, itupun anomali restrukturisasi polis asuransi yang diduga telah dimanipulasi untuk mencari keuntungan yang mengurangi hak nasabah atau pemegang polis Jiwasraya.
Sebagai informasi Pemerintah juga tidak sedang alami gagal bayar keuangan negara saat itu. Pemerintah terbukti mampu berikan dana talangan baillout dana PMN (Penyertaan Modal Negara) yang totalnya sudah tembus Rp 34,7 triliun, yang diberikan pada Korporasi lain, selain dari perusahaan asuransi melainkan pada perusahaan pembiayaan sektor UMKM pada PT BPUI (Bahana) atau IFG.
Pemerintah salah langkah dalam mengembalikan kepercayaan asuransi di masyarakat, memperkuat struktur permodalannya, penguatan industri perusahaan perasuransian, dan dalam rangka untuk pemulihan ekonomi nasional (PEN). Target itu tidak tercapai, dan percuma Rp 34,7 triliun. Kesalahannya PMN sebesar itu dibelokkan ke perusahaan pembiayaan, yang diketahui sudah memiliki rekam jejak hitam berdasarkan catatan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK-RI), bahwa PT BPUI itu memiliki masalah keuangan sangat serius dan masalah Hukum terkait dengan skandal korupsi yang merugikan keuangan negara. Red-fnkjgroup. Rabu (21/08/2024)
Penulis adalah Praktisi Asuransi, Anggota KUPASI, Mantan Unit Manager Jiwasraya, Pengurus FNKJ, Anggota PPWI
Email: latinse3@gmail.com
Editor: Ayahdidien