by M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Muncul dua pemberitaan tentang Yusril yaitu pertama, pernyataan bahwa ketidakpuasan atas kekalahan Pilpres itu mesti dibawa ke MK bukan Angket dan kedua, pemakzulan katanya akan menghancurkan negeri.
Seperti benar pandangan pakar hukum tata negara ini tetapi sebenarnya pakir dalam membaca secara obyektif keadaan negeri yang nyata dirusak oleh Jokowi “klien” Yusril.
Yusril sering tampil dalam ketidakjelasan status apakah sebagai pakar, politisi atau advokat pemerintah (baca: Jokowi). Ketidakjelasan tersebut dapat mengecoh publik yang selintas melihat Yusril hanya sebagai seorang guru besar bidang hukum. Misi-misi terselubung tidak terbaca. Terutama sisi kepentingan politik pragmatik.
Pernyataan Yusril bahwa ketidakpuasan atas kekalahan Pilpres mesti dibawa ke MK menimbulkan pertanyaan mendasar. Pertama, benarkah itu suatu “kekalahan” atau memang didisain secara licik untuk “dikalahkan” ? Kedua, apakah MK merupakan lembaga yang bersih dan dapat dipercaya ? Atau ia menjadi bagian dari kekotoran permainan yang didisain oleh Jokowi dan baladnya ? Proses MK merupakan jebakan maut hukum dari sebuah penipuan politik.
Mengapa Yusril harus “melarang” penggunaan Hak Angket, padahal itu adalah hak DPR untuk mengisi ruang kepentingan politik fraksi atau partai politik ? Hak Angket adalah proses hukum tata negara untuk menyelidiki dugaan penyimpangan undang-undang yang dilakukan oleh penyelenggara negara. Sebagai hak DPR maka penggunaannya terjamin secara hukum.
Yusril, mungkin juga Jokowi atau Prabowo Gibran, sedang sekuat tenaga menghindari penggunaan Hak Angket. Hal ini justru menunjukkan rasa takut luar biasa. Ada tumpukan sampah busuk yang hendak ditutupi atas Pilpres 2024 yang “memenangkan” Prabowo Gibran secara curang. Jika yakin kemenangan didapat dengan bersih maka dipastikan proses pemeriksaan apapun siap untuk dilakukan termasuk penggunaan Hak Angket.
Pemakzulan Jokowi oleh gabungan 01 dan 03 menurut Yusril menghancurkan negeri, sebab proses akan berjalan panjang dan dapat melewati waktu 20 Oktober 2024. Jika proses pemakzulan terjadi, maka akan terjadi ke kekosongan hukum. Lalu hancur negeri.
Yusril menampilkan dirinya sebagai penganut mazhab steril atau hukum sempit. Ia lupa bahwa adanya desakan pemakzulan itu adalah akibat dari sebuah proses politik. Puncak ketidakpuasan publik, bahkan bentuk dari kemarahan rakyat.
Pemakzulan di ranah DPR dan MPR akan berada di bawah pengawasan bahkan tekanan kemarahan rakyat. Karenanya semua harus berjalan cepat. Tidak mungkin DPR dan MPR akan berlambat-lambat. Ada saat rakyat berkuasa dan menunjukkan gigi. Menggigit para penghianat apakah Presiden, Menteri atau anggota Parlemen. Hukum hanya sarana untuk merealisasikan kemauan rakyat tersebut.
Rakyat bukan penonton melainkan “hakim” penghukuman para penjahat politik. Jokowi segera dilengserkan dan itu menjadi awal dari perubahan. Berlanjut pada proses hukum atas para penghianat negara. Penjara atau hukuman mati.
Jokowi akan makzul dengan cepat akibat proses politik yang terjadi. Korupsi, pelanggaran hak asasi, nepotisme ataupun kecurangan Pilpres menjadi bagian dari kejahatan politik Jokowi. Penggunaan Hak Angket merupakan salah satu upaya untuk membongkar skandal. Pemakzulan adalah gerakan penyelamatan negeri. Jokowi itu biang keladi.
Yusril salah besar, menurutnya pemakzulan itu menghancurkan negeri, padahal yang benar adalah bahwa pemakzulan justru menyelamatkan negeri.
Tidak percaya ? Ayo kita buktikan bersama : Makzulkan Jokowi segera !
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 23 Februari 2024