Opini Mahmud Marhaba, Ahli Pers Dewan Pers
Sriwijayatoday.com, JAKARTA, – Di era digital, media siber tumbuh bak jamur di musim hujan. Kemudahan mendirikan media online telah melahirkan banyak wartawan dan pemimpin redaksi (Pemred) baru. Sayangnya, tak sedikit dari mereka yang minim pengalaman dan pemahaman jurnalistik. Fenomena ini bukan hanya persoalan teknis, tetapi ancaman serius bagi kredibilitas media dan kepercayaan publik terhadap jurnalisme.
Kemudahan yang Menjerumuskan
Mendirikan media online kini semudah membuat akun media sosial. Biaya murah dan prosedur cepat menarik banyak individu terjun ke dunia jurnalistik tanpa bekal yang cukup. Ironisnya, banyak media yang berjalan tanpa visi jelas, tanpa tim redaksi yang kompeten, dan tanpa komitmen terhadap standar jurnalistik.
Lebih parah lagi, jabatan Pemred sering kali diberikan kepada orang yang tak memenuhi kualifikasi. Bukan karena kompetensinya, melainkan karena faktor kedekatan atau kepentingan tertentu. Akibatnya, media kehilangan arah, berita yang dihasilkan jauh dari akurat dan berimbang, bahkan kerap kali provokatif serta menyesatkan.
Jurnalisme Instan, Sensasi, dan Minim Etika
Media sosial dan kecepatan informasi memicu lahirnya “jurnalisme instan.” Wartawan muda yang belum berpengalaman sering terjebak dalam godaan klik dan sensasi. Demi viralitas, mereka mengabaikan verifikasi fakta, enggan memberi ruang klarifikasi, dan bahkan menyerang individu tanpa bukti yang kuat.
Praktik semacam ini jelas bertentangan dengan Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
Sayangnya, tanpa Pemred yang berintegritas dan berkompeten, kesalahan ini terus berulang. Efeknya? Publik semakin sulit membedakan berita yang benar dan hoaks, sementara kepercayaan terhadap media semakin tergerus.
Saatnya Media Berbenah!
Dewan Pers telah menetapkan KEJ sebagai panduan utama wartawan. Independensi, akurasi, dan keseimbangan berita bukan sekadar aturan, melainkan fondasi jurnalisme yang sehat. Di sinilah peran Pemred menjadi krusial. Ia bukan hanya pemimpin redaksi, tetapi penjaga kualitas dan integritas media.
Pemilik media harus berhenti memandang media hanya sebagai alat kepentingan. Sudah saatnya memilih Pemred yang kompeten dan berpengalaman. Jangan sekadar mencari jumlah, tetapi utamakan kualitas. Selain itu, pelatihan dan pembinaan bagi wartawan wajib dilakukan agar mereka memahami dan menerapkan prinsip jurnalistik yang benar.
Jurnalisme bukan sekadar menulis berita. Ini adalah tanggung jawab besar untuk menyampaikan kebenaran, menjaga demokrasi, dan melindungi kepentingan publik. Jika media terus dibiarkan dikelola oleh orang-orang yang tidak paham jurnalisme, maka bukan hanya kredibilitas media yang hancur, tetapi juga kepercayaan masyarakat terhadap informasi yang seharusnya menjadi pilar demokrasi.
Mari bersama membangun media yang profesional, beretika, dan bermartabat.
(Rilis Ketum PJS)















