by M Rizal Fadillah*
Saat tiba di Bali dan menuruni tangga pesawat tiba-tiba Ibu Negara Iriana terpeleset jatuh. Hendak ditolong ajudan dari bawah namun dicegah oleh Jokowi. Fenomena menariknya adalah Jokowi tidak terlihat menolong istrinya untuk berdiri kembali. Cuma planga-plongo. Mungkin menganggap kecil hal tersebut. Gestur tubuh Jokowi yang “tidak ada empati” apalagi melakukan bantuan nyata itu menjadi sangat menarik.
Ini terjatuh kedua kalinya Iriana tanpa empati penuh Jokowi. Adalah saat kampanye akbar di Banjarmasin saat berswafoto dengan pendukungnya di panggung Iriana terjengkang ke belakang. Jokowi hanya melihat, sementara dua personal Paspampres bergegas menolong. Barulah seadanya Jokowi ikut menolong. Keduanya sedang bahagia menikmati panggung kampanye Pilpres 2019 tersebut.
Insiden adalah hal biasa tetapi tanpa empati pada istri menjadi luar biasa. Presiden yang hanya peduli dengan dirinya sendiri. Pantas urusan kesulitan rakyat pun sepertinya tanpa rasa empati apa-apa. Menikmati sendiri lempar lemparan kaos dan bingkisan kepada rakyat yang berebut terengah-engah. Luar biasa hati Presiden di negara Pancasila ini.
Ada yang berkomentar atas terpeleset atau jatuhnya ibu Iriana sebagai tanda bahwa Jokowi akan lengser. Sebenarnya itu pasti. Tidak ada jabatan abadi. Bahkan Jokowi sendiri sudah berandai andai dan berencana pulang Solo lalu menjadi rakyat biasa yang akan “peduli lingkungan hidup”. Masalahnya adalah jika itu sinyal kejatuhan bukan lengser natural. Jatuh diujung masa jabatan.
Ini akan menjadi masalah karena dosa-dosa politik bisa tidak diampuni. Rakyat menuntut tanggung jawab atas perbuatan melakukan kerusakan di muka bumi. Merusak lingkungan hidup dengan membabat hutan 600 hektar di Kalteng. Program food estate yang aneh di samping jenis tanamannya adalah singkong juga ditangani oleh Menhankam bukan Menteri Pertanian.
Tuntutan atas kebijakan hutang luar negeri yang menggunung dengan kebohongan memiliki uang di kantong 11 Trilyun. Pelanggaran HAM atas tewasnya 800 an petugas Pemilu, pembunuhan demonstran 21-22 Mei, pembantaian 6 anggota laskar FPI hingga korban gas air mata 130 an penonton Stadion Kanjuruhan. Semua itu tidak ditangani serius. Disikapi dengan “tidak peduli” dan “tanpa empati”.
Tidak peduli dan tanpa empati atas terpeleset atau jatuhnya ibu negara adalah tanda bahwa kelak rakyat juga tidak peduli dan tidak akan ada empati atas kejatuhan Jokowi. Bahkan rakyat akan meminta agar Jokowi diproses hukum untuk banyak kasus baik korupsi, kolusi maupun nepotisme. Hidup tenang pasca lengser, belum tentu. Ketika tuntutan mundur saat ini tidak dipedulikan maka ketika nanti sudah mundur rakyat pun tidak akan peduli.
Di panggung Iriana terjengkang, di tangga pesawat terpeleset. Jokowi tak peduli. Itulah panggung politik. Biasanya ia suka pada pencitraan kini pencitraan sebagai suami yang baik ternyata tidak dimanfaatkan.
Padahal ia sedang berjalan menuju forum yang sedang disorot dan diberitakan dunia. KTT G-20.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan Bandung, 15 Nopember 2022