by M Rizal Fadillah*
PANGLIMA TNI Marsekal Yudo Margono menyampaikan pengarahan untuk mengirimkan pasukan “pemiting” yang besar untuk mengatasi konflik kepentingan di Rempang. Padahal masyarakat Melayu hanya berjuang untuk mempertahankan hak-hak tradisional dari pemaksaan untuk pengososongan. Arahan Panglima tentu tidak dapat dipisahkan dari kebijakan Jokowi sebagai Presiden. Jokowi yang siap bertempur dengan rakyatnya sendiri demi China.
Sadarkah Jokowi dan rezim bahwa serangan langsung kepada penduduk sipil itu menjadi unsur dari pelanggaran HAM berat ? Pasal 7 Statuta Roma 1998 berbunyi “attack directed against any civilian population” dari kebijakan negara merupakan “crime against humanity”. Nah, pasal ini diadopsi dalam Pasal 9 UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Sejak benturan tanggal 11 September 2023 hingga agenda sistematis aparat ke depan menjadi bukti telah terjadi pelanggaran HAM berat.
Pasal 9 UU No 26 tahun 2000 secara eksplisit menegaskan “serangan langsung kepada penduduk sipil” adalah kejahatan kemanusiaan termasuk perbuatan “d. Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa”. Penduduk etnis Melayu 16 kampung tua Rempang telah diusir atau dipindahkan secara paksa. Konsekuensi ke depan Jokowi dapat diajukan ke proses Peradilan HAM dengan tuduhan Pelanggaran HAM berat.
Jokowi bersama Airlangga dapat diseret ke Pengadilan HAM karena memasukan proyek “Rempang Eco City” sebagai Program Strategis Nasional berdasarkan Kepmenko Perekonomian No. 7 tahun 2023 tanggal 28 Agustus 2023. Program ini merupakan tindak lanjut dari Kesepakatan butir 7 Jokowi-Xi Jinping di Chengdu China. Lalu penandatanganan proyek Rempang antara Meninves/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dengan Investor Xinyi Group China di Hotel Shangri-La Chengdu 28 Juli 2023 yang disaksikan oleh Presiden Jokowi.
Kini dengan persiapan “operasi militer” bersama Kepolisian ke Rempang sebagaimana tersiar dalam video arahan Panglima Yudo Margono, maka wajar rakyat melihat Jokowi sedang mempersiapkan perang melawan rakyat Melayu Rempang. Luar biasa, demi investasi China rezim Jokowi melakukan upaya yang sedemikian sistematis dan nekad.
Rakyat Melayu Rempang dengan dukungan rakyat lain di seluruh bagian Indonesia tentu tidak akan begitu saja menyerah. Sejarah perjuangan rakyat Melayu dahulu dipimpin Sultan Mahmud Syah melawan penjajah Belanda untuk mempertahankan pendudukan pulau-pulau di Selat Malaka termasuk Pulau Rempang adalah sejarah heroisme yang dapat berulang.
Blunder dan bodoh jika kebijakan yang diambil adalah pengerahan aparat untuk tindakan represif. Menambah bukti bahwa Jokowi itu komprador asing. Kasus Rempang dapat menjadi pemicu dari perlawanan masif bukan hanya di Rempang Batam tetapi akan bergemuruh di seluruh Nusantara. Rezim Jokowi dapat dikualifikasikan sebagai rezim kolonial yang menjajah bangsanya sendiri. Pengkhianatan seperti ini sulit untuk dimaafkan.
Saat rakyat Melayu Rempang mengadakan pertemuan dengan BP Batam beberapa waktu lalu, delegasi memutar rekaman sikap Presiden Jokowi terhadap pemegang konsesi yang menjalankan proyek dengan mengganggu penduduk setempat. Ancamannya adalah pemerintah akan mencabut konsesi itu. Akan tetapi kini, Jokowi justru menelan ludahnya sendiri. Mengobrak-abrik penduduk demi PT MEG milik Tomy Winata.
Dengan bahasa investasi sebenarnya Indonesia menunjukkan status telah bertekuk lutut kepada China. Rempang adalah batu loncatan menuju penyerahan IKN Kaltim yang juga kepada “investasi” China. Hanya saja ternyata dunia dapat membaca bahwa bangsa Melayu Rempang itu melawan.
Melayu bersatu tidak bisa dikalahkan. Rakyat bergerak melawan arogansi kaum oligarki.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 15 September 2023