RajaBackLink.com

Home / Headline / Nasional

Sabtu, 8 November 2025 - 09:47 WIB

Dugaan KKN di Balik Kesalahan Penganggaran di Kabupaten Bekasi, BPK Temukan Indikasi Penyalahgunaan Wewenang dan Lemahnya Pengawasan

Dadang Hariansyah - Penulis Berita

Bekasi,Jawa Barat, Sriwijaya Today — Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Bekasi Tahun Anggaran 2024 mengungkap adanya kesalahan penganggaran belanja barang dan jasa serta belanja modal senilai fantastis, yakni Rp59.063.217.362,00. Sabtu, (08/11/2025).

Temuan ini tidak hanya menunjukkan kelemahan tata kelola keuangan daerah, namun juga mengindikasikan adanya dugaan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) serta penyalahgunaan wewenang oleh sejumlah pihak di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bekasi.

Dalam laporan tersebut, BPK menjelaskan bahwa pemerintah daerah menganggarkan Belanja Barang dan Jasa sebesar Rp2,61 triliun dengan realisasi Rp2,43 triliun atau 93,29 persen, serta Belanja Modal sebesar Rp1,39 triliun dengan realisasi Rp1,34 triliun atau 96,59 persen. Namun, audit mendalam menemukan bahwa sebagian realisasi anggaran ternyata tidak sesuai klasifikasi yang seharusnya.

Sebanyak Rp33,41 miliar yang seharusnya masuk kategori belanja modal dicatat sebagai belanja barang dan jasa, sementara Rp25,65 miliar yang seharusnya menjadi belanja barang justru dimasukkan ke belanja modal.

Pola kesalahan penganggaran ini tersebar luas di berbagai satuan kerja. Setidaknya 53 Sekolah Menengah Pertama (SMP), satu Taman Kanak-Kanak Negeri, dan 12 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terlibat dalam penggunaan anggaran barang dan jasa untuk pengadaan peralatan dan mesin yang seharusnya menjadi aset tetap.

Tiga SKPD diketahui menggunakan anggaran jasa konsultansi konstruksi untuk pembangunan gedung dan bangunan, dua SKPD untuk pengadaan jalan, irigasi, dan jaringan, serta tiga SKPD lainnya membeli perangkat lunak (software) yang seharusnya dikategorikan sebagai aset tidak berwujud.

Sementara itu, pada sisi lain, BPK menemukan realisasi belanja modal senilai Rp25,65 miliar digunakan untuk kegiatan yang tidak memenuhi definisi aset tetap.

Anggaran ini digunakan untuk membeli bahan habis pakai, kegiatan pemeliharaan ringan, dan bahkan pengadaan barang yang diserahkan kepada masyarakat atau pihak ketiga. Temuan ini memperlihatkan adanya kelemahan mendasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan keuangan daerah.

BPK menilai kondisi tersebut tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Nomor 4, serta Peraturan Bupati Bekasi Nomor 76 Tahun 2023 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Kabupaten Bekasi.

Berdasarkan ketentuan itu, belanja barang dan jasa hanya boleh digunakan untuk pengeluaran dengan masa manfaat di bawah 12 bulan, sedangkan belanja modal digunakan untuk perolehan aset yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi.

Kesalahan ini menyebabkan laporan keuangan daerah tidak menggambarkan kondisi sebenarnya. Realisasi belanja barang dan jasa menjadi lebih tinggi dari yang seharusnya (overstated) sebesar Rp7,76 miliar, sementara belanja modal menjadi lebih rendah (understated) dengan nilai yang sama. BPK menilai, penyimpangan ini terjadi karena Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) tidak optimal dalam melakukan verifikasi Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) yang diajukan oleh masing-masing SKPD, serta Kepala SKPD selaku Pengguna Anggaran (PA) tidak cermat dalam menyusun dan mengklasifikasikan jenis belanja sesuai aturan.

Meski Bupati Bekasi melalui Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) menyatakan sependapat dengan hasil pemeriksaan BPK dan berjanji menindaklanjuti rekomendasi dalam waktu 60 hari, temuan ini menimbulkan tanda tanya besar mengenai integritas pengelolaan anggaran di lingkungan pemerintah daerah tersebut. Pengamat kebijakan publik menilai bahwa pola kesalahan semacam ini kerap digunakan untuk menyamarkan aliran dana yang tidak sesuai peruntukan atau untuk memudahkan pencairan proyek-proyek tertentu tanpa mekanisme pengadaan yang ketat.

Dari sisi hukum, temuan ini berpotensi memenuhi unsur tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu penyalahgunaan wewenang yang dapat merugikan keuangan negara.

Selain itu, praktik ini juga membuka peluang terjadinya kolusi dalam proses pengadaan, terutama karena beberapa kegiatan jasa konsultansi dan pengadaan barang dilakukan tanpa klasifikasi yang tepat, sehingga berpotensi menghindari proses tender terbuka.

Sejumlah pihak disebut berpotensi bertanggung jawab dalam kasus ini. Di tingkat tertinggi, Bupati Bekasi selaku kepala daerah memegang tanggung jawab strategis karena merupakan penanggung jawab utama penyelenggaraan keuangan daerah. Sekretaris Daerah (Sekda) selaku Ketua TAPD juga memiliki tanggung jawab besar karena memimpin proses verifikasi seluruh RKA SKPD.

Jika TAPD terbukti meloloskan RKA yang keliru tanpa koreksi, maka dapat dikategorikan sebagai kelalaian administratif serius.

Selanjutnya, Kepala SKPD selaku Pengguna Anggaran (PA) menjadi pihak yang paling dekat dengan sumber kesalahan, karena mereka menyusun, melaksanakan, dan mempertanggungjawabkan penggunaan dana tersebut.

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) juga tidak bisa lepas dari tanggung jawab, sebab mereka berperan langsung dalam proses pengadaan dan realisasi fisik kegiatan. Sementara itu, BPKD dan Inspektorat Daerah turut disorot karena seharusnya menjadi garda terakhir dalam verifikasi dan pengawasan internal, namun tidak mendeteksi kesalahan yang sudah terjadi secara masif di berbagai SKPD.

BPK dalam laporannya menyebutkan, kesalahan klasifikasi belanja ini mengindikasikan lemahnya sistem pengendalian internal dan tidak optimalnya pelaksanaan fungsi pengawasan di tingkat daerah. Jika pola seperti ini dibiarkan, dikhawatirkan menjadi celah terjadinya praktik KKN yang sistemik, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pelaporan keuangan.

Pakar keuangan publik menilai, temuan ini bukan hanya masalah teknis akuntansi, melainkan dapat mengarah pada pelanggaran hukum. “Kesalahan penganggaran di atas Rp59 miliar dengan pola berulang dan melibatkan banyak SKPD tidak bisa disebut kesalahan administrasi biasa. Harus ada audit investigatif untuk memastikan ada atau tidaknya unsur kesengajaan,” ujar salah satu pakar kebijakan publik yang diminta tanggapannya.

Dalam rekomendasinya, BPK meminta Bupati Bekasi untuk memerintahkan TAPD memperketat proses verifikasi anggaran dan memastikan setiap SKPD memilih akun atau kode rekening yang sesuai dengan substansi kegiatan.

Selain itu, BPK juga mendorong Pemerintah Kabupaten Bekasi untuk memperkuat sistem pengawasan internal dan melakukan evaluasi terhadap pejabat yang lalai dalam pengelolaan keuangan daerah.

Meski pemerintah daerah telah menyatakan komitmen untuk menindaklanjuti rekomendasi BPK dalam waktu 60 hari, publik masih menanti langkah nyata. Apabila tidak ada tindakan tegas, kasus ini bisa menjadi cermin lemahnya integritas birokrasi di tingkat daerah dan memperkuat persepsi bahwa praktik KKN masih berakar kuat dalam pengelolaan anggaran publik.

Dengan nilai kesalahan yang mencapai puluhan miliar rupiah dan melibatkan banyak instansi, kasus ini berpotensi menjadi salah satu skandal keuangan daerah terbesar di Kabupaten Bekasi dalam beberapa tahun terakhir.

Apabila investigasi lanjutan menemukan bukti keterlibatan aktif pejabat dalam mengatur klasifikasi anggaran atau menyalurkan proyek kepada rekanan tertentu, bukan tidak mungkin kasus ini akan berujung pada proses hukum.

Saat ini, semua mata tertuju pada langkah Bupati Bekasi dan aparat pengawas internal untuk membuktikan komitmen mereka terhadap transparansi, akuntabilitas, dan pemberantasan KKN di daerah yang selama ini dikenal sebagai salah satu wilayah dengan anggaran terbesar di Jawa Barat tersebut.


(Harno Pangestoe)

Baca Juga :  BREAKING NEWS : Telan Biaya Miliaran Kualitas Proyek Bangunan Rehabilitasi Jaringan Irigasi Daerah Endikat Bengkok Kecewakan Masyarakat

Editor: RedaksiSumber: https://sriwijayatoday.com

Berita ini 15 kali dibaca

Share :

Baca Juga

Daerah

PKS Kaliori – Sumber Menguat, Diprediksi Raih Kursi ke 6 

Headline

Peduli Kebersihan Lingkungan Kantor, Kabag Ren Pimpin Personil Laksanakan Kerja Bakti

Headline

Situasi Puncak Libur NATARU 2022-2023. Ini Kata Kapolsek Tanjung Agung.

Headline

PMII UIN SMH Banten Berikan Dukungan terhadap Program Makan Bergizi Gratis

Headline

Memperingati 18 Tahun Tsunami Aceh Ini Rangkaian Kegiatannya

Headline

Persatuan Wartawan Aceh Timur Kembali Gelar Pelatihan Jurnalis

Headline

Tingkatkan Pelayanan Prima ke Masyarakat, Kasat Lantas Polres Takalar Pimpin Commander Wish

Headline

Ramadan Penuh Berkah, Kapolsek Galsel Bersama Bhayangkari Berbagi Takjil