by M Rizal Fadillah*
OPINI | Sejak awal rencana perpindahan Ibukota Negara ke Kalimantan Timur itu diragukan baik di lihat dari sisi lokasi maupun kemampuan pembiayaan. Sudah banyak suara yang meminta Pemerintahan Jokowi untuk mempertimbangkan kembali agenda tersebut karena dinilai tidak rasional, minim urgensi dan memaksakan. Hanya berdasar pada mimpi dan ambisi. Lucunya yang pertama ingin dibangun adalah Istana Kerajaan eh Kepresidenan.
Membangun di tanah kosong berbiaya 466 trilyun dengan 20 % dana APBN. Hitungan ke depan diprediksi membengkak hingga mencapai 1000 trilyun, bahkan lebih. Sejak awal sombongnya Jokowi adalah kemampuan untuk mendatangkan investor. Hingga kini setelah rencana tersebut ditetapkan dalam Undang-Undang dan masa jabatan Jokowi sendiri hampir habis, ternyata investor yang serius belum juga datang.
Tidak ada kontrak yang ditandatangani. Hanya sekedar basa basi melalui Letter of Intent.
Sulit untuk merealisasikan pembangunan IKN sesuai rencana yang diprediksi akan mengalami kegagalan. Baiknya secepatnya dibatalkan sebelum menderita kerugian.
Ada alasan untuk itu, antara lain :
Pertama, dukungan rakyat minim. Hingga kini terus menuai pro dan kontra. Proyek besar bangsa semestinya mendapat dukungan penuh dari seluruh rakyat Indonesia. Keputusan DPR dinilai berbau konspirasi dan tidak mencerminkan aspirasi publik yang murni.
Kedua, memindahkan dan membangun Ibukota Negara dari nol adalah sangat tidak rasional. Menjadi pekerjaan berat di tengah kemampuan ekonomi negara yang pas-pasan atau sesak nafas. Rasionalnya adalah pembangunan pengembangan Kota yang sudah ada.
Ketiga, biaya besar dengan mengandalkan investasi asing di situasi resesi global menyebabkan kalkulasi ketat. Keuntungan berjangka waktu panjang menyebabkan membangun IKN di Indonesia bukan pilihan bisnis yang bagus.
Keempat, Presiden Jokowi yang bersemangat luar biasa hingga perlu membawa nuansa mistik ternyata usia jabatannya sudah pendek. Siapapun akan mempertanyakan kelanjutan dan keamanan proyek Jokowi tersebut. Meski sudah ada UU yang melandasinya, tetap saja kelanjutan proyek diragukan. Presiden berikut belum tentu mau merelisasikan.
Kelima, Jokowi sendiri sudah menunjukkan kegelisahan dan kepanikan sehingga terkesan menjadi pengobral proyek dan lahan. Izin HGB 160 tahun adalah luar biasa dan melanggar hukum. Bebas pajak hingga 30 tahun dan diskon 350 % merupakan ocehan sales promotion. Presiden bagai pedagang bukan Kepala Negara yang berkarakter negarawan.
Batalkan segera proyek pemindahan IKN. Dunia juga sudah membaca agenda ini bakal dan sudah berantakan. Media Ekonomi Bloomberg Amerika dan Strait Times Singapura serta Japan Times sudah menyoroti proyek buruk ini.
Konklusinya adalah “ambitious plans to build Indonesia a brand new capital city are falling apart”.
Nah berantakan bapak-bapak. Stop sekarang juga sebelum kerugian membengkak. Bapak nanti harus bertanggungjawab. Rakyat tentu tidak.
Perpindahan IKN bukan kehendak rakyat. ***
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 9 Desember 2022