by M Rizal Fadillah (Pemerhati Politik dan Kebangsaan)
OPINI – Jika Calon Presiden hanya tiga yaitu Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan, maka yang terlemah dari ketiganya adalah Ganjar Pranowo. Gubernur Jawa Tengah yang diajukan oleh PDIP ini dinilai tidak memiliki reputasi yang bagus baik dari sisi prestasi maupun karakter. Ia lebih dominan bermain di ayunan pencitraan ketimbang karya nyata.
Ganjar Pranowo diposisikan sebagai kelanjutan dari kepemimpinan Jokowi sehingga penilaian keserupaan menjadi konsekuensinya. Wajah Ganjar Pranowo ada pada raut muka kepemimpian Jokowi. Apa yang terjadi pada pemerintahan Jokowi itulah prediksi model pemerintahan Ganjar Pranowo andai menjadi Presiden. Bermasa depan tidak cerah.
Rezim Jokowi itu mengesalkan dan menyesakkan. Kadang juga memuakkan. Rakyat dipaksa harus sering mengelus dada. Ini akibat Jokowi menjalankan roda pemerintahan seenaknya dengan program kerja yang tidak jelas. Berujung pada hutang. Ketergantungan kepada oligarki dan luar negeri yang melekat dengan kebijakannya sebagai kepala pemerintahan.
Penerus yang digadang-gadang adalah Ganjar Pranowo. Apa yang diharapkan dari figur penerus untuk suatu keburukan dan kegagalan ? Pada Ganjar melekat tuntutan agar diusut dugaan korupsi E-KTP, hobi nonton film porno menjadi tampilan buruk dari sisi moral, dana BAZ yang digunakan untuk perumahan kader, menyakiti warga Wadas, serta tarian jalanan yang kurang pantas dilakukan oleh seorang pejabat publik.
Jokowi dikenal berangkat dari gorong-gorong sedangkan Ganjar Pranowo harus digotong. Gotong royong antara Jokowi dan Ganjar potensial beraroma kebohongan, kepalsuan, dan kecurangan. Jika Pemilu 2024 menjadi ajang pertarungan hidup dan mati bagi keduanya, maka yang mungkin akan berbunyi adalah lonceng kematian.
Dalam menggotong Ganjar yang memang sulit untuk dirias cantik Jokowi terpaksa harus pasang badan. Tentu dalam tekanan Megawati yang telah sukses merebut dan mengambil alih pengusungan Ganjar. Jokowi sudah membuang rasa malu dan harus nekad melabrak berbagai aturan demi dukungan tersebut. Fasilitas negara pun dipakai untuk kepentingan yang bukan agenda kenegaraan.
Mengumpulkan Ketum Parpol Koalisi untuk mengarahkan Capres Cawapres Pemilu 2024 di Istana Negara adalah penyalahgunaan kekuasaan. Istana Negara dijadikan Posko Pemenangan Capres. Ironi sekali Presiden aktif menjadi Ketua Timses untuk mendukung Gubernur aktif menjadi Capres. Cawe-cawe namanya.
Hanya di Indonesia hal demikian terjadi dan hanya Presiden Jokowi di Indonesia yang melakukan perbuatan tercela seperti ini.
Sebelumnya pesawat Kepresiden berbahan bakar uang rakyat digunakan untuk menghadiri deklarasi pencapresan Ganjar oleh PDIP. Pulang dari Istana Batutulis ke Solo pesawat Kepresidenan itu ditumpangi oleh Presiden dan Ganjar Pranowo yang baru dideklarasikan tersebut.
Deklarasi bukan acara resmi kenegaraan, semestinya tidak boleh menggunakan pesawat Kepresidenan. Jokowi datang dan pulang bukan dalam kapasitas Presiden tetapi sebagai kader atau petugas partai.
Ganjar Pranowo Calon Presiden terlemah karenanya mesti ditopang baik oleh Istana maupun oligarki. Akhirnya harus berhadapan dengan kepentingan rakyat, kepentingan perubahan. Penyegaran dan pembaharuan.
Ganjar Pranowo sebagai kandidat terlemah di samping sulit terpilih juga diduga akan menjadi masalah bila terpilih. Musibah bangsa yang berkelanjutan. []
Bandung, 6 Mei 2023