RajaBackLink.com

Home / Opini

Kamis, 28 Maret 2024 - 10:07 WIB

Ketika Harga Barang Melonjak Naik, Pembagian “THR” Tak Lagi Bermakna

Saiful Amri - Penulis Berita

KETIKA Anda yang mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR) tahun ini, siap-siap untuk tidak banyak bisa menikmati gaji ke-13 yang berkaitan dengan perayaan Idul Fitri tersebut, karena kenaikan harga barang dan jasa belakangan ini telah mendorong terjadinya inflasi relatif lebih tinggi dibandingkan waktu-waktu sebelumnya.

Bagaikan spon kering, kenaikan harga barang dan jasa selama puasa dan menjelang Idulftri akan menyerap likuiditas di mana saja yang terlihat melimpah. Begitu pemerintah mengumumkan pemberian gaji ke-13 atau pencairannya sebagai sinyal akan banyak uang beredar, seperti dikomando harga bergerak naik secara berjamaah.

Harapan untuk bisa menikmati bonus pendapatan secara utuh harus dikubur dalam-dalam, karena semakin sedikit yang bisa dibeli di tengah kenaikan harga yang terus terjadi. Inflasi tersebut telah memangkas kemampuan daya beli dari warga masyarakat dalam berbagai strata dan status sosial.

Sinyak kenaikan inflasi disampaikan oleh Badan Pusat Statistik baru-baru ini. Penyebabnya adalah gejolak harga di tingkat global serta meningkatnya permintaan selama bulan puasa dan menjelang Idul fitri.

Kondisi global saat ini kurang menguntungkan. Misalnya, Perang Rusia vs Ukraina telah memperburuk kelangkaan pangan dan energi serta kondisi iklim yang tak menguntungkan. Keadaan ini menimbulkan kenaikan harga energi di tingkat global. Harga minyak mentah dan gas alam melejit naik, menyusul komoditas pangan, seperti beras, gandum, kedelai, dan daging sapi.

Pergerakan harga produsen di luar negeri tersebut bisa merambat ke Indonesia melalui berbagai transmisi antara lain lewat perdagangan internasional. Kenaikan harga energi dan pangan ini sudah meningkatkan inflasi di banyak negara dan kondisinya cukup mengkhawatirkan, termasuk di negara mitra dagang utama Indonesia.

Beberapa negara yang menjadi mitra dagang utama Indonesia seperti China, inflasinya sudah mencapai 0,9 persen pada Maret 2022 (rentangan waktu setahun ini). Mitra lain seperti Jepang juga mencatatkan inflasi 0,9 persen, Amerika Serikat 7,9 persen, Uni Eropa 7,5 persen, Singapura 4,3 persen, dan Thailand 5,7 persen.

Baca Juga :  KETIKA AKU BERTANYA TENTANG ARTI CINTA, SEMUA MAKHLUKPUN MENJAWABNYA ...

Inflasi di mitra dagang tersebut akan merambat ke Indonesia. Jika harga produsen mitra dagang Indonesia terjadi kenaikan harga, bisa dipastikan akan berdampak ke sektor riil yang ada di Tanah Air karena kebutuhan bahan baku diimpor dari negara mitra dagang.

Tekanan inflasi global, ditambah perkiraan naiknya permintaan selama Ramadhan dan menjelang Idulfitri akan mempengaruhi inflasi pada beberapa bulan ke depan. Semua tergantung bagaimana pemerintah merespon pergerakan harga saat ini serta yang terjadi akibat geopolitik yang sedang bergejolak.

Rasa skeptis memenuhi dan menyesakkan dada bahwa pemerintah dapat mengendalikan kenaikan harga barang. Rasanya sulit untuk bisa dilakukan. Berkaca pada drama beras atau minyak goreng. Satu komoditas ini saja pemerintah tidak bisa mengendalikan harganya, padahal pemerintah punya semua instrumen yang dibutuhkan untuk mengaturnya.

Dengan mengefektifkan instrumen kebijakan yang ada, tidak perlu ada drama minyak goreng beberapa waktu yang lalu hilang di pasaran yang membuat rakyat harus mengantri dalam letih, lelah, dan berdesak-desakan.

Drama minyak goreng bagaikan orang di atas sungai atau air yang tidak bisa mandi. Di bawahnya mengalir air, tetapi dia kesulitan untuk memanfaatkannya. Dari perut bumi Ibu Pertiwi minyak goreng dihasilkan, tetapi rakyat tidak bisa menikmatinya.

Pemerintah mencoba mengotak-atik kebijakan, minyak goreng tetap saja langka. Takluk pada kekuatan oligarki, harga minyak goreng akhirnya dilepas ke pasar. Anehnya lagi, yang mengatur arus minyak goreng ini adalah konco-konco pemerintah juga atau para “politisi nakal”. Akhirnya, pemerintah memilih untuk memberikan bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng atau Bansos lainnya seperti beberapa waktu yang lalu. Lagi-lagi pemerintah harus mengeluarkan kocek dan anggaran lebih banyak dan dalam.

Baca Juga :  LETNAN KOLONEL TNI DEDDY CORBUZIER ?

Padahal kalau pemerintah efektif dan tegas dalam menjalankan kebijakan akan menghemat banyak anggaran. Tidak perlu mengeluarkan dana untuk BLT minyak goreng atau “Bansos Kagetan” lainnya hanya untuk kepentingan politik kekuasaannya sesaat. Apalagi di tengah cekaknya keuangan negara. Sungguh tragis kebijaksanaan ini dan sangat tak bijaksana.

Pemerintah tidak bisa terus-menerus mencitrakan dirinya punya uang (Sok Berbaik Hati) dengan memberikan bantuan tunai seperti ini, karena ujung-ujungnya bisa berutang, menambah beban keuangan negara.

Di luar minyak goreng, ada komoditas lain seperti daging sapi yang tidak mau turun harganya. Bahkan pedagang memperkirakan harga daging sapi bisa mencapai Rp200.000 per kg menjelang idul fitri. Semoga saja ini tidak terjadi, agar rakyat dapat menikmati gurihnya semur daging saat merayakan Idul fitri.

Tekanan inflasi masih datang dari mitra dagang Indonesia di luar negeri. Belum jelas kebijakan apa yang akan ditempuh pemerintah untuk menyiasatinya. Apakah akan menghapus bea masuk impor agar produsen bisa menekan harga jual kepada rakyat atau kebijakan lain yang intinya dapat membuat harga tidak naik. THR datang tak berarti apa-apa, ketika semua harga barang melonjak naik …

Masyarakat berharap pemerintah dapat mengendalikan inflasi agar dapat berpuasa dengan tenang, tidak menambah beban sekalipun puasa itu mengajarkan orang untuk sabar dan kuat menghadapi kesulitan hidup. Semoga rakyat masih bisa merasakan bahwa pemerintah dan negara hadir untuk mengatasi kesulitan hidupnya.

 

Oleh : T.M. Jamil Associate Profesor (Akademisi – USK – Banda Aceh.)

Sagoe Atjeh Rayeuk, 16 Ramadhan 1445-H.

Berita ini 36 kali dibaca

Share :

Baca Juga

Headline

REZIM YANG TIDAK BERSAHABAT DENGAN UMAT ISLAM

Opini

Jika Terbukti Ijazah Jokowi Palsu, Apa Yang Akan Terjadi ?

Opini

MEMBOBOL DINDING AROGANSI OLIGARKI

Headline

POST-TRUTH : ERA KEBOHONGAN

Opini

PAK JOKOWI BUKAN GURU BANGSA

Nasional

Letjen Yayat : Jangan Berpolitik Berbasis Uang 

Opini

Wartawan Harus Bermental Baja

Opini

Yogyakarta Melawan Partainya Kaesang bin Jokowi