by M Rizal Fadillah*
”Berani, Kritis dan Bergerak untuk menentang segala bentuk pembungkaman kebebasan akademik di dalam kampus terlebih lagi selama era @Jokowi yang juga alumni @UGMYogyakarta telah menunjukkan adanya tekanan dan pengawasan terhadap aktivitas mahasiswa selama ini. Bersatulah !”.
Sriwijayatoday.com | Mahasiswa UGM membuat kejutan di tengah aksi memprotes kebijakan pemerintah yang menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yaitu dengan membuka dan membakar jaket atau jas almamater kebanggaannya. Wujud kekecewaan kepada alumni UGM yang kini duduk di pemerintahan akan tetapi diam atau membiarkan penderitaan rakyat atas kebijakan kenaikan harga BBM tersebut.
Ini adalah protes keras bahkan mungkin terkeras. Membuat merinding para lulusan perguruan tinggi. Para Mahasiswa yang dididik untuk peduli pada kehidupan masyarakat bahkan diajarkan untuk selalu mengimplementasikan dharma pengabdian pada masyarakat ternyata menemukan perilaku alumninya di pemerintahan yang bebal pada persoalan kemasyarakatan. Diam dan menikmati. Bahkan menjadi bagian dari rezim pengambil kebijakan yang menindas rakyat.
Mahasiswa malu atas karakter memalukan para senior yang menjadi pejabat. Pembakaran jaket almamater UGM bukan mustahil akan diikuti oleh mahasiswa perguruan tinggi lainnya. BBM, Omnibus Law, IKN atau lainnya tentu melibatkan pemikiran dan dukungan alumni dari berbagai perguruan tinggi negeri maupun swasta. Kebijakan konyol yang diabdikan untuk semata kepentingan diri dan oligarki.
Membakar jaket almamater saat protes naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) cukup menohok. Walaupun Wakil Rektor menilai hal ini tidak relevan. Mahasiswa tegas menyatakan aksi ini lebih khusus diarahkan kepada Presiden Jokowi yang alumni UGM Fakultas Kehutanan.
Meski ada yang meragukan keabsahan status Jokowi sebagai alumnus UGM, namun pembakaran jaket almamater dirasakan sebagai membakar kursi- kursi jabatan yang diduduki oleh para alumnus. Khususnya Joko Widodo dan Mensesneg Pratikno. Mungkin keduanya dianggap bertanggungjawab atas kenaikan harga BBM yang mencekik rakyat pasca pandemi. Mahasiswa berteriak bahwa UGM adalah kampus rakyat.
Jaket almamater berfungsi sebagai tanda pengenal, pembeda, payung hukum, simbol kebanggaan dan tanggung jawab. Pembakaran jaket almamater pun hal simbolis semata, bukan menanggalkan aspek positif dari almamater. Ini adalah kritik sosial yang tajam dari mahasiswa kritis dan inovatif. Keras dan menggebrak.
Mahasiswa UGM terbilang kritis. Sebelum BEM UI memberi gelar Jokowi sebagai “The King of Lip Service” terlebih dulu mahasiswa UGM memberi gelar pada Jokowi sebagai “Presiden Orde (paling) Baru” pada tanggal 21 Juni 2O21 saat Jokowi berulang tahun. Poster Jokowi memegang kue ulang tahun dibawahnya tertulis “Presiden Orde (paling) Baru”.
Setelah gelar “The King of Lip Service” disematkan oleh BEM UI segera Aliansi Mahasiswa UGM dengan akun @UGMBergerak memberi gelar kepada Jokowi sebagai Juara Umum. “Lomba Ketidaksesuaian Omongan dengan Kenyataan”.
Aliansi Mahasiswa UGM menegaskan :
”Berani, Kritis dan Bergerak untuk menentang segala bentuk pembungkaman kebebasan akademik di dalam kampus terlebih lagi selama era @Jokowi yang juga alumni @UGMYogyakarta telah menunjukkan adanya tekanan dan pengawasan terhadap aktivitas mahasiswa selama ini. Bersatulah !”.
Kini mahasiswa membakar jaket almamater, melepas keterikatan sesama almamater untuk melawan kezaliman yang memeras rakyat melalui berbagai kebijakan termasuk kenaikan harga BBM. Jokowi adalah Presiden Orde (paling) Baru yang dinilai lalai dari amanah dalam berkhidmah pada rakyat.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 17 September 2022