Sriwijayatoday.com // Gowa — Kasus dugaan perundungan yang melibatkan murid SD Inpres Biringkaloro, Kabupaten Gowa, kembali menjadi sorotan. Seorang murid kelas dua berinisial AH (7 tahun) menjadi korban kekerasan oleh murid kelas lima, berinisial S (12 tahun). Peristiwa ini telah mengakibatkan korban mengalami cedera serius hingga harus menjalani operasi pada bagian organ vitalnya.
Menurut keterangan yang diberikan oleh ibu korban, Suci Fitriani, (30/11/24), insiden bermula saat korban,(AH), pergi ke kantin sekolah pada 28 Agustus 2024.
“Pelaku (S), meminta uang kepada AH, tetapi permintaan tersebut ditolak. Akibatnya, pelaku langsung meninju korban, yang kemudian lari menuju kelasnya, pelaku lalu mengejar sampai ke kelas dan menendang korban hingga jatuh terlentang, pelaku kemudian menginjak leher, perut, dan kemaluan korban,” bebernya.
Lanjut Ibu Korban, beberapa orang teman AH yang melihat kejadian itu memberitahukan ibu korban, orang tua korban, Suci Fitriani, awalnya tidak percaya hingga akhirnya mendapati anaknya menderita sakit parah dan harus menjalani operasi pada 4 November 2024 di Rumah Sakit Ibnu sina, Makassar.
Orang tua korban merasa sangat keberatan atas tindakan pelaku. Mereka telah melaporkan kejadian ini kepada kepala sekolah SD Inpres Biringkaloro. Namun, hingga saat ini, pihak sekolah dan wali kelas pelaku tidak memberikan tanggapan atau dukungan, baik secara moral maupun finansial, terhadap kondisi korban.
“Kami sudah mencoba mencari solusi secara damai, termasuk meminta bantuan biaya pengobatan dari pihak pelaku dan sekolah. Namun, upaya tersebut tidak membuahkan hasil,” ungkapnya.
Merasa diabaikan dan terancam, keluarga korban melaporkan kasus ini (27/11/24) ke UPTD DP3A Kab. Gowa untuk mendapatkan pendampingan hukum dan sosial atas apa yang menimpa korban.
Pasca pelaporan ke UPTD DP3A Gowa , ibu korban mengungkapkan bahwa dirinya justru diminta oleh pihak sekolah untuk memindahkan kedua anaknya, dari sekolah tersebut. Hal ini menambah luka bagi keluarga korban.
Pada hari sabtu (30/11/24), Korban AH kembali harus dilarikan ke RS Wahidin, akibat rasa sakit yang tidak bisa ditahan di sekitar dada dan perut. Namun ditolak untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan karena berdasarkan kronologi penyakit yang disampaikan ibu korban kepada dokter yang berkesimpulan bahwa AH adalah korban kekerasan dan harus masuk sebagai pasien umum
Karena tidak memiliki biaya untuk perawatan selama di rumah sakit, Korban AH akhir dibawa kembali kerumah neneknya setelah diberi suntikan penghilang rasa sakit.dan disarankan untuk kasusnya dilaporkan dulu ke pihak yang berwajib agar pemeriksaannya bisa dilakukan secara menyeluruh.
Kasus ini kini dalam penanganan UPTD DP3A Kab. Gowa. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, tindakan yang dilakukan oleh pelaku dapat dikategorikan sebagai bentuk kekerasan fisik terhadap anak. Pelaku dapat dikenakan Pasal 76C juncto Pasal 80, yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami luka fisik, psikis, atau kematian. Ancaman hukuman bagi pelaku adalah pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 juta.
Selain itu, pihak sekolah sebagai institusi pendidikan juga dapat dimintai pertanggungjawaban atas kelalaiannya dalam melindungi murid di bawah pengawasannya. Kasus ini menjadi pengingat penting bagi semua pihak untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan bebas dari kekerasan.
Keluarga Korban AH berharap kasus ini segera mendapatkan keadilan. Mereka berharap pihak Dinas dan Pendidikan Kab. Gowa, Pihak Sekolah menjadi jembatan dalam persoalan ini dan mendesak keluarga pelaku bertanggung jawab atas insiden yang terjadi, termasuk membiayai pengobatan korban. Selain itu, mereka meminta adanya langkah tegas untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang di lingkungan sekolah.
Sementara itu, Koordinator Divisi Pengaduan Masyarakat dan Kebijakan Publik LSM PERAK Indonesia, Andi Sofyan, SH sangat menyayangkan adanya peristiwa perundingan atau bullying terjadi di Gowa. Pihaknya mendesak APH segera memproses kasus tersebut dan Pemkab Gowa memberikan Sanksi kepada Kepala Sekolah serta guru yang diduga melakukan pembiaran.
“Kami minta kepolisian proses hukum pelaku walaupun anak di bawah umur dan kami minta Bupati menonjobkan Kepsek dan memberikan sanksi kepada wali kelasnya yang diduga melakukan pembiaran,” tegas Sofyan saat memberikan keterangan kepada awak media, Minggu (1/12/24).
Sofyan membenarkan, pengaduan orang tua korban juga masuk ke Lembaganya.
“Kami juga sudah siapkan Tim Hukum agar Korban dan orang tuanya memperoleh keadilan,” pungkasnya.
Tim media berusaha mengonfirmasi kejadian ini dengan pihak sekolah, namun pihak sekolah belum memberikan keterangan resmi. Kasus ini masih terus didampingi oleh UPDT PPA Kab. Gowa dan menjadi perhatian masyarakat luas.
(*)