Sriwijayatoday.com Jakarta —Setelah dua kali dilayangkan somasi resmi, PT. ACR Bersatu Sejahtera tetap tak bergeming—diam membatu seolah tak tersentuh hukum. Sikap abai dan tanpa iktikad baik ini akhirnya memaksa Alex A. Putra, Ketua Bidang Politik, Hukum, dan HAM DPP Pemuda Partai Perindo, sekaligus kuasa hukum Sekar Ayunda Gemintang, untuk membawa perkara ini ke ranah Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PHI).
Langkah ini bukan semata proses hukum, tapi sebuah pernyataan: bahwa eksploitasi berkedok kerja digital tak bisa terus dibiarkan.
Menurut Alex, kasus ini bukan hanya penting tapi juga langka dan berpotensi menjadi preseden hukum baru dalam lanskap ketenagakerjaan nasional.
“Yang dialami Sekar adalah cermin kelam dari relasi kerja masa kini—ketika istilah ‘remote’ justru menjadi alat penindasan yang disamarkan,” ujarnya.
Sekar Ayunda Gemintang mungkin bukan nama besar, tapi kisahnya mencerminkan realitas yang dialami banyak pekerja muda. Di balik jabatannya sebagai Social Media Specialist, ia menghadapi:
– Jam kerja tak manusiawi,
– Gaji di bawah UMP,
– Hingga PHK sepihak tanpa kejelasan hukum.
“Ada eksploitasi yang sengaja disamarkan lewat istilah modern. Padahal yang terjadi adalah pemerasan digital,” tegas Alex.
Belum adanya lex specialis terkait kerja jarak jauh di Indonesia menciptakan celah yang rawan dimanipulasi. Perusahaan seperti PT. ACR Bersatu Sejahtera diduga memanfaatkan kekosongan ini untuk menghindari kewajiban normatif.
“Bukan berarti karena tak ada aturan spesifik, mereka boleh sewenang-wenang. Undang-Undang Ketenagakerjaan dan PP yang ada tetap berlaku dan mengikat,” ujar Alex.
UU No. 13 Tahun 2003, PP No. 35 dan 36 Tahun 2021 tetap menjadi payung hukum yang menjamin hak pekerja—meski sistem kerja berubah, prinsip keadilan tetap harus ditegakkan.
“Kasus ini menyentuh sesuatu yang jauh lebih besar dari satu orang. Ini tentang nasib ribuan pekerja remote yang hari ini bekerja tanpa perlindungan hukum yang memadai,” kata Alex.
Kerja remote telah menjadi norma baru. Maka, perjanjian kerja yang tertulis, adil, dan eksplisit bukan sekadar formalitas—melainkan keharusan konstitusional.
“Negara tak boleh kalah cepat dari korporasi. Kita butuh regulasi khusus kerja remote jika tak ingin generasi produktif kita dibiarkan jadi korban eksploitasi berjubah kemajuan,”
Di akhir pernyataannya, Alex menyebut bahwa PT. ACR Bersatu Sejahtera telah menampilkan wajah gelap dari praktik bisnis yang menanggalkan nilai kemanusiaan demi efisiensi semu.
“Jangan biarkan mereka berlindung di balik istilah digital lalu merasa kebal hukum. Keadilan harus bisa menjangkau ruang virtual tempat rakyat mencari nafkah,” tutup Alex.***
Bagas
Sumber by Sekjen DPP IAW