RajaBackLink.com

Home / Opini

Sabtu, 17 September 2022 - 11:19 WIB

Polemik Siltap Perangkat Desa dan Dilema APBK Aceh Timur

Saiful Amri - Penulis Berita

Di tulis oleh : Masri, (Pemerhati Desa)

“Sejauhmana tindak lanjuti tuntutan kepala desa, Informasi, pihak Kemendes dan PDT, Kemendagri dan Kemenkeu sedang melakukan kajian terhadap penyesuaian gaji kepala desa dan tuntutan lain nya.”

Sriwijayatoday.com | Aceh Timur Sesuai PP nomor 47 tahun 2015 tentang besaran Alokasi Dana Desa (ADD) yang diatur dalam pasal 96 ayat 1 dan 2 bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mengalokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) untuk ADG setiap tahun anggaran dan ADG di alokasikan paling sedikit 10% dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.

Penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD) sebesar-besarnya digunakan untuk prioritas kegiatan yang diatur oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.

Selanjut nya salah satu penggunaan ADG adalah untuk membayar Siltap Keuchik dan perangkat desa sebagaimana tertuang dalam PP nomor 11 tahun 2019  yang mengatur tentang Siltap dan Tunjangan Perbekel dan Perangkat Desa. serta Perbup Aceh Timur nomor 24.a tahun 2022 tentang pembagian siltap gampong.

Sejak tahun 2021 persoalan siltap mulai muncul ke publik, hal itu tak terlepas ketidak cukupan anggaran dalam membayar gaji keuchik dan perangkat desa khusus nya Desa Tipe A dan desa tipe B. sedangkan desa tipe C rata -rata terpenuhi pembayaran gaji perangkat sampai 12 bulan. jika pun kekurangan minimal 1 atau 2 bulan.

Diketahui pada tahun 2021 dan 2022 Setiap perangkat desa hanya menerima gaji 8 -10 bulan. lazim nya menerima gaji sampai 12 bulan, dengan penerimaan gaji sesuai Siltap Keuchik sebesar 2,4 juta per bulan, sedang perangkat desa yang terdiri dari Kadus, Kaur dan Kasi masing -masing Rp 2,1 juta per bulan.

Terjadinya pandemi covid-19 sejak awal tahun 2020 telah berimbas kepada semua sektor, salah satu nya terhadap kondisi anggaran yang mengalami refocusing mulai APBN, APBA, APBK dan tingkat APBG

Berdasarkan data APBK Aceh Timur sejak tahun 2020 mengalami penurunan akibat dampak refocussing anggaran akibat terjadi nya pemotongan pada Dana Alokasi Umum(DAU) oleh Pemerintah Pusat dan penurunan Pendapatan Asli Daerah(PAD). dimana jumlah APBK tahun 2020.sebesar Rp 1,8 triliun, tahun 2021 Rp 1,8 triliun dan 1, 7 triliun. bahkan dampak tersebut APBK Aceh Timur sampai tahun 2021 mengalami defisit hampir 90 milyar. Kondisi tersebut menunjukkan APBK Aceh Timur “Kritis”

Baca Juga :  AKU BERADA DI GOLONGAN MANA..?!

Konsekuensi penurunan APBK Aceh Timur dari sejak tahun 2020, tentu berdampak pada pembiayaan pemerintah termasuk pada Alokasi Dana Gampong(ADG) ikut mengalami penurunan. dimana ADG yang ambil/bersumber penerimaan dana perimbangan di tambah dana bagi bea cukai tembakau di kurangi DAK, maka mendapatkan perolehan ADG dari APBK pada tahun 2020 sebesar Rp 88 milyar, tahun 2021 sebesar Rp.84 milyar dan tahun 2022 sebesar Rp 80 milyar.

Potensi penurunan APBK tahun 2023 di proyeksikan terus berlanjut, hal itu tak terlepas di pengaruhi beberapa faktor, diantara nya di pengaruhi ekonomi secara nasional pasca pandemi covid-19 kenaikan BBM yang berdampak pada inflasi dan penerimaan PAD Aceh semakin fluktuatif berkisar Rp 15 milyar per tahun.

Pimpinan daerah, dalam hal ini Bupati, bisa saja mengambil sebuah kebijakan, misalnya menambah ADG dari 10 persen, menambah menjadi 12-15 persen , akan tetapi kebijakan tersebut akan mempengaruhi belanja lain nya, terutama terhadap belanja wajib. dan itu mustahil berani di lakukan oleh kepala daerah, sebab mempunyai konsekuensi hukum, dan keuangan daerah.

Kondisi tersebut tentu menjadi sebuah pukulan berat bagi perangkat di 513 gampong, khusus nya bagi desa tipe A dan desa tipe B. Dampak pengurangan APBK menyebabkan pengurangan perolehan terhadap ADG, sehingga pihak Pemerintah Desa tidak cukup anggaran membayar gaji perangkat sampai 12 bulan.

Secara logika, anggaran mengalami penurunan, sementara jumlah besaran gaji dan jumlah perangkat desa tidak berubah.

Dampak refocussing juga berimbas pada dana desa tahun 2021 dan tahun 2021, berdasarkan PMK nomor 90 tahun 2021, APBG di haruskan untuk Bantuan Langsung Tunai(BLT) sebesar 40 persen, ketahanan pangan 20 persen, penanggulangan covid 8 persen dan sisa 32 persen untuk belanja dan operasional pemerintahan desa.

Pun demikian, dalam konteks Dana Desa pada tahun 2023 akan mengalami perubahan dan kembali normal secara perlahan-lahan seiring telah berakhir nya pandemi covid-19, indikator tersebut Menteri Keuangan RI telah menerbitkan PMK nomor 182 tahun 2022 perubahan atas PMK no 90 tahun 2021. tentang BLT.

Bahkan Pemerintah Desa untuk 2023 besaran Operasional Keuchik dapat mengalokasikan maksimal 3 persen dari besaran DD sebagaimana disampaikan mendes dan PDT baru-baru ini.

Baca Juga :  BALI TARGET SERANGAN BOM BUNUH DIRI 2022

Untuk menutupi kekurangan siltap, kebijakan berada di Pemerintah Pusat, maka sangat perlu mengadvokasi melalui DPR-RI dan kementrian untuk melakukan revisi terhadap regulasi, supaya kekurangan siltap dari ADG Pihak Pemdes bisa di ambil dari DD(APBN).

Jika pun tidak ada revisi terhadap regulasi(aturan) di Pemerintah Pusat, pihak desa bisa mengeluarkan regulasi melalui qanun gampong atau Peraturan Keuchik tentang pengalokasian dana tambahan atau penyertaan dari DD untuk menanggulangi kekurangan siltap dari sumber ADG.

Pemerintah Desa punya legal standing dan kewenangan yang di atur dalam undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa untuk membuat aturan asalkan tidak bertentangan dengan aturan lebih atas. peluang ini perlu di bahas dengan pakar hukum. hanya butuh keberanian dan kecerdasan selesai masalah..!

Cara lain dalam menanggulangi kebutuhan belanja desa, termasuk pemenuhan Siltap, pihak desa harus mampu mencari sumber Pendapatan Asli Gampong(PAG), dengan mengoptimalkan BUMG dan aset desa menjadi produktif.

Ada beberapa Desa di Kabupaten Aceh Timur, memiliki sumber PAG yang signifikan sehingga persoalan kekurangan belanja gampong dapat teratasi termasuk menutupi kekurangan siltap perangkat desa.

Kekurangan Siltap bukan hanya terjadi di Kabupaten Aceh Timur akan tetapi terjadi di daerah lain, misal nya kabupaten Bireun melakukan penyesuaian kemampuan keuangan daerah, gaji keuchik Rp 2 juta/bln, perangkat desa antara Rp 1,6-1,7 juta/bln.( tetap di bayar 12 bulan, hanya indeks besaran gaji yang di sesuaikan)

Bahkan lebih parah nya lagi di Kabupaten Aceh Utara, sejak tahun 2021 gaji perangkat desa hanya mampu di bayar rp. 500 ribu per bulan, cuma gaji keuchik yang terpenuhi Rp 2,4 juta/bln.

Persoalan Siltap juga menjadi issu nasional, hal itu berdasarkan tuntutan kepala Desa dalam Silaturrahmi Nasional(Silatnas) saat bertemu Presiden Jokowi di Jakarta beberapa bulan lalu.

Kepala Desa menyampaikan beberapa keluhan diantara nya soal kekurangan siltap dan pembayaran gaji Keuchik dan perangkat bisa di bayar setiap bulan sekali.

Sejauhmana tindak lanjuti tuntutan kepala desa, Informasi, pihak Kemendes dan PDT, Kemendagri dan Kemenkeu sedang melakukan kajian terhadap penyesuaian gaji kepala desa dan tuntutan lain nya.***

Berita ini 194 kali dibaca

Share :

Baca Juga

Opini

Pemilu Curang : Perang ! 

Opini

PANIK TAKUT ANIES MENANG

Nasional

JIWA KENEGARAWANAN OTENTIK

Opini

BATALKAN PEMBANGUNAN PATUNG SOEKARNO

Opini

Ketika Harga Barang Melonjak Naik, Pembagian “THR” Tak Lagi Bermakna

Opini

KPU JANGAN MENJADI KOMISI PENJAHAT ULUNG

Opini

TO KILL OR TO BE KILLED OR BULDOZER

Nasional

FIKIRAN NGAWUR PUAN DI AKHIR RAMADHAN