RajaBackLink.com

Home / Headline / Nasional / Opini / Politik

Rabu, 2 Maret 2022 - 09:48 WIB

REVOLUSI SOSIAL

Saiful Amri - Penulis Berita

by M Rizal Fadillah*

Bandung | Sriwijayatoday.com – Adalah La Nyalla AA Mattalitti Ketua DPD RI yang menyatakan bahwa revolusi sosial bisa terjadi jika penyelenggara negara sudah kelewatan. Ia menanggapi usulan Cak Imin, Zulhas, dan Airlangga tentang penundaan Pemilu Legislatif maupun Pemilihan Presiden. Menurutnya kesalahan fatal jika penundaan itu terjadi. Rakyat diam dapat bereaksi keras.

“Sekarang mungkin masih diam, masih punya batas kesabaran melihat tingkah polah elit politik. Tapi kalau sudah kelewatan, bisa pecah revolusi sosial. Pemilik negara ini bisa marah dan para elit politik bisa ditawur oleh rakyat” kata La Nyalla di Surabaya. Kalimat tegas dan kritis sekaligus “warning” ini tentu menggema ke telinga elit politik yang sedang bergerak menuju perilaku politik yang melampau batas.

“Revolusi sosial” adalah tema yang cukup menarik. Menjadi biasa dan tidak akan mendapat reaksi dari elit kekuasaan ketika disampaikan oleh Ketua DPD RI. Mungkin berbeda jika hal itu dilontarkan oleh Ustad, Habib, Kyai, atau aktivis Islam. Di samping dituduh radikal atau provokasi mungkin juga dikaitkan makar. Maklum rezim ini Islamophobist dan bertelinga tipis.

Karena penundaan Pemilu adalah melawan Konstitusi, maka “warning” ini menjadi sangat penting. Pemerintah Jokowi harus segera menegaskan bahwa tidak akan memperpanjang masa jabatan dengan menunda Pemilu. Berpidato untuk menjawab keraguan rakyat. Jangan kemudian muncul tuduhan bahwa yang tidak setuju penundaan adalah orang atau kelompok yang tidak peduli dengan kondisi ekonomi dan pandemi. Ujungnya radikal radikul.

Baca Juga :  Koramil 02/Mampang Prapatan Bersama 3 Pilar Himbauan Pelaku Usaha Agar Tetap Mematuhi Protokol Kesehatan

Mengambangkan sikap dan membiarkan wacana penundaan terus menggelinding justru dapat menjadi pematangan kondisi apa yang dinyatakan La Nyala sebagai revolusi sosial. Semestinya Pemerintah sadar bahwa rakyat sudah mulai kecewa dan hilang kepercayaan terhadap kemauan dan kemampuan oligarkhi Jokowi dalam mengelola negara.

Tidak terkecoh oleh kepalsuan informasi kepuasan rakyat, polling abal-abal, dengungan para buzzer, atau pujian para penjilat yang ujungnya meminta Jokowi untuk menjabat tiga periode. Sayangnya meski ia tahu semua itu dapat menjerumuskan, akan tetapi tenang dan senang saja mengikuti irama lagu “nina bobo” itu.

Revolusi sosial menurut Skockpol adalah perubahan cepat dan mendasar dari masyarakat dan struktur kelas suatu negara. Revolusi itu bersamaan dengan pemberontakan masyarakat bawah. Akarnya tentu rezim otoriter dan keputusasaan rakyat. Revolusi sosial menjadi kulminasi dari gelombang kritik yang tidak didengar atau ditindaklanjuti.

Revolusi Perancis adalah rakyat yang menggulingkan Raja Louis XVI yang otoriter dan tidak kompeten. Diawali penyerbuan ke penjara Bastille tempat banyak aktivis dan oposan ditahan. Mengubah Monarkhi menjadi Republik berbasis asas kebebasan, persaudaraan, dan persamaan.

Baca Juga :  Perwakilan Emak Emak Jumpai Bang Tata di Gedung Dewan, Ini yang Dipertanyakan..

Revolusi Bolshevik Rusia bulan Oktober 1917 diawali dengan aksi unjuk rasa rakyat bulan Juli yang membawa korban ratusan pengunjuk rasa tewas dibunuh rezim. Revolusi kiri pimpinan Vladimir Lenin yang didukung garda merah dan para pekerja berhasil menggulingkan Alexander Karensky pemimpin berhaluan nasionalis.

Revolusi dalam makna people power terjadi di Jerman, Georgia, Cekoslovakia, Filipina dan sebagian negara di Timur Tengah. People power Filipina cukup menarik. Rezim Ferdinand Marcos yang otoriter dan membungkam oposisi mengalami krisis ekonomi, tinggi angka hutang luar negeri, membunuh senator Benigno Aquino Jr, serta melakukan kecurangan pemilu tahun 1986. Perlawanan rakyat bersama Enrile dan Ramos didukung oleh kaum agamawan pimpinan Kardinal Jaime Sin.

Entah revolusi sosial model mana yang dimaksud La Nyalla Mattalitti itu. Namun semua revolusi sosial selalu berhubungan dengan penggulingan kekuasaan otoriter. Soekarno dan Soeharto telah merasakannya. Moga Jokowi belajar banyak.

*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Bandung, 2 Maret 2022

Berita ini 133 kali dibaca

Share :

Baca Juga

Kapolres Aceh Timur Melantik AKP Zulkifli, S.H. Sebagai Kasatpolairud

Aceh

Kapolres Aceh Timur Melantik AKP Zulkifli, S.H. Sebagai Kasatpolairud
Tiga Pelaku Penganiayaan Dengan Busur yang Tewaskan Korban di Gowa Ditangkap Polisi

Headline

Tiga Pelaku Penganiayaan Dengan Busur yang Tewaskan Korban di Gowa Ditangkap Polisi
13 Terduga Pelaku Geng Motor Diringkus Polisi di Gowa, 10 Ditetapkan Sebagai Tersangka

Headline

13 Terduga Pelaku Geng Motor Diringkus Polisi di Gowa, 10 Ditetapkan Sebagai Tersangka
Padepokan Harimau Batavia Rasulullah Berbagi Berkah Di Bulan Ramadhan 2021.M/1442.H Bersama Komunitas Al BADHER

Headline

Padepokan Harimau Batavia Rasulullah Berbagi Berkah Di Bulan Ramadhan 2021.M/1442.H Bersama Komunitas Al BADHER
Warga Idi Tunong Harap Bantuan Dari Kemensos Agar Bisa BAB 

Headline

Warga Idi Tunong Harap Bantuan Dari Kemensos Agar Bisa BAB 
Kapolres Gowa Kontrol Pos Pengamanan Ops Lilin di Wilayahnya

Headline

Kapolres Gowa Kontrol Pos Pengamanan Ops Lilin di Wilayahnya
Kapolres Gowa Pimpin Apel Pagi, Ini Arahannya

Headline

Kapolres Gowa Pimpin Apel Pagi, Ini Arahannya
TUNTUTAN MATI BUAT HENRY HERNANDO PEMBUNUH LETKOL PURN HM. MUBIN

Opini

TUNTUTAN MATI BUAT HENRY HERNANDO PEMBUNUH LETKOL PURN HM. MUBIN