by M RizalFadillah*
Pansus RUU Perpindahan ibukota negara sudah dibentuk dengan Ketua Ahmad Doli Kurnia dari Fraksi Golkar. Seperti ada pesanan kuat bahwa RUU ini menjadi prioritas. Perpindahan sendiri masih ada kontra di kalangan masyarakat. Urgensinya tidak terlalu kuat, yang nyata adalah biayanya yang sangat besar. Itupun masih spekulasi akan sumber pendanaannya.
Ibukota baru adalah masalah baru, pekerjaan rumit yang dibuat dan membuat sulit sendiri. Nafsu yang tidak bersandar aspirasi. Mengatur negara seperti mengotak atik barang mainan. Ketika ekonomi morat marit, investasi belepotan, dan hutang luar negeri menenggelamkan justru Pemerintah mengagendakan pindah ibukota berbiaya 500 trilyun yang mungkin esok bakal membengkak.
Pemerintah Jokowi terkesan grasak grusuk soal IKN ini. Satgas Pembangunan Infrastruktur telah dibentuk dan Ketuanya telah ditunjuk yaitu Danis Sumadilaga padahal UU nya pun baru pada tahap pembentukan Pansus di DPR. Lucunya, DPR pun sama saja kacau dimana untuk mengubah jumlah anggota Pansus yang tidak sesuai Tata Tertib, maka Peraturan DPR No 1 tahun 2020 tentang Tatib yang justru diubahnya. Perubahan kilat.
Suara tolak IKN akan menggema. Hal yang menjadi dasar penolakan antara lain sebagai berikut :
Pertama, pandemi belum berakhir varian baru telah muncul. Omicron dan lainnya masih dalam pemantauan. Dana pembangunan IKN bakal bertarikan dengan dana kebutuhan penanganan pandemi.
Membuat istana Presiden baru nampaknya lebih utama ketimbang menjaga kesehatan rakyat.
Kedua, IKN bukan kebijakan rakyat tetapi kemauan Pemerintahan Jokowi semata. Ambisi pribadi lebih menonjol dengan mencoba “memperalat” DPR. RUU diharapkan dikebut penyelesaiannya. Rakyat belum dapat menerima ibukota yang harus pindah jauh ke Kalimantan. Kebijakan untuk Jakarta pun tidak jelas, terkesan bumi hangus.
Ketiga, potensial untuk menjadi proyek mangkrak. Untuk membangun Ibukota baru butuh waktu sekurangnya 5 tahun, sementara masa jabatan Jokowi maksimal 3 tahun lagi. Presiden baru belum tentu mau melanjutkan proyek yang tidak matang seperti IKN tersebut. Proyek Selat Sunda SBY mangkrak karena tidak dikerjakan oleh pelanjutnya, Jokowi.
Sebagaimana proyek grasak grusuk Jokowi lainnya yang gagal atau terancam gagal seperti pembangunan Bandara yang sepi dan Kereta Cepat yang akhirnya menyedot dana APBN, maka proyek IKN diprediksi akan menjadi tambahan kegagalan dan tumpukan dosa Jokowi.
Proyek yang tidak berbasis kemauan dan aspirasi rakyat tidak akan membangun “sense of belonging” dan “sense of participation” dari rakyat. Ujungnya soal “sense of responsibilty” silahkan tanggung sendiri oleh Pak Jokowi dan DPR yang menjadi kolaboratornya.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 19 Desember 2021