WAWANCARA EKLUSIF, “Prof. Dr. TM. Jamil, M.Si, Akademisi dan Pengamat Politik, USK : Gubernur Aceh 2024 – 2029, Orang yang Didukung Parpol, Dicintai Rakyat, Tegas dan Tidak bisa Diperalat Oleh Pihak Manapun”
Sriwijayatoday.com | BANDA ACEH — Mengingat masa dan waktu untuk berlangsungnya Pilkada Aceh 2024 semakin dekat dan suasananya semakin memanas, tentu bagi mereka yang ingin dicalonkan atau pihak Timses yang sangat berambisi agar Calonnya Mendapatkan “Tiket” dari Partai Politik, baik lokal maupun Nasional untuk bersaing. Proses pendaftaran Cagub/Cabup dan Cawalkot ke KIP/KPU diperkirakan akan berlangsung Awal Agustus dan Pemungutan Suaranya, Insya Allah, Akhir November 2024 yang akan datang. Banda Aceh, Rabu, 24 Juli 2024. Saat ini telah banyak kandidat yang muncul dan tentu saja mereka telah pula untuk “melamar” atau mendaftar pada Parpol (lokal dan nasional).
Tersebutlah seperti Muzakkir Manaf (Muallem), Prof. Darni M. Daud, Prof. T. Abdullah Sanny, Muhammad Nazar, S.Ag, Prof. TB. Massa Djafar, Nasir Djamil, Said Syahrizal dan Terakhir Juga Muncul Nama Bustami Hamzah (Pj Gubernur sekarang), meski ini masih misterius. Nama terakhir lebih mencuat setelah tanggal 17 Juli 2024 Pak Bustami Hamzah bertemu dengan Presiden Jokowi dalam lawatannya keluar negeri, sempat singgah sejenak di Bandara SIM Banda Aceh. Tentu saja publik tak pernah tahu dibalik peristiwa politik itu semua. Kita hanya bisa meraba-raba arah politik lokal Aceh masa depan.
Nah, di samping nama-nama tersebut di atas, ada juga beberapa nama lain sepertinya mereka menunggu “dilamar” parpol, seperti Tgk. Muhammad Yusuf (Tu Sop), Ruslan Daud, dan Sudirman (Haji Uma) atau lainnya.
Mengacu dari itu, media ini sengaja menjumpai Prof. Dr. TM. Jamil, M.Si, pengamat politik dan akademisi USK Banda Aceh untuk diminta tanggapannya tentang peluang dan kemungkinan yang akan terjadi dalam proses pencalonan Gubernur Aceh 2024 – 2029.
Di Sela-Sela kesibukannya saat dijumpai dan ditanyakan kepada Prof. TM, Siapa kira-kira yang punya peluang Calon kuat Gubernur Aceh ke depan? Sambil tersenyum, dengan santai, Prof. TM. Jamil menjawab wartawan media ini, “Calon Gubernur Aceh ke depan adalah Yang punya Partai Politik, dicintai rakyat dan yang didukung oleh Kekuasaan sebagai instrumen politik”. Karena menurutnya, hanya orang atau pimpinan yang punya “kendaraan” sendiri (Parpol) yang bisa mencalonkan dirinya atau orang lain. Sedangkan Calon yang lain tentu berharap dukungan kekuasaan atau menunggu kebaikan hati dari parpol untuk mengusungnya. Soal siapa, tentu publik dan warga masyarakat Aceh sudah bisa menebaknya bukan, tanya Prof. TM, sambil menghirup kopi hangat, kesukaannya.
Namun demikian, lanjut Pak TM, panggilan akrabnya, bagi Calon lain bukan berarti tidak kuat atau tidak punya peluang, malah sangat kuat juga, asalkan mereka mampu untuk membangun komunikasi politik yang baik dengan Parpol, tentu dengan komitmen yg serius, mereka dapat dipastikan juga akan dipertimbangkan oleh Parpol. Karena menurut pengamatan saya selama ini, biasanya pimpinan parpol baik lokal maupun nasional slalu mengutamakan orang yang didukung dan dicintai masyarakat untuk diusung sebagai calon jika ingin menang, ungkapnya.
Jika Calon lain yang tak punya Parpol bisa lebih unggul dan dapat tiket jika komunikasi politiknya bagus dan bisa kredibel dalam penilaian pemilih. Yang pasti, orang yang minim “kesalahannya” di masa lalu diperkirakan akan dengan sangat mudah untuk bernegosiasi dan meyakinkan pemilik parpol dan rakyat. Ingat, kata Pak TM, “Rakyat kita sudah cerdas saat ini, apalagi mereka sudah berkali-kali “tertipu” dengan janji dan harapan palsu.” Jadi, saya pesankan kepada pimpinan parpol berhati-hatilah dalam soal ini. Jangan terbuai dengan bahasa, harapan, janji dan dukungan dari internal partai, seakan-akan warga masyarakat Aceh pasti mendukung.
Saran saya, Jangan terlalu percaya itu, apalagi dukungan timses dengan bermodalkan survey “abal-abal” atau pura-pura. Bisa jadi hasil survey dan jumlah suaranya diperoleh banyak itu, hanya dari orang-orang tertentu saja dan itu tidak representatif dari suara rakyat sebagai pemilih. “Jika begini, bisa jadi bencana dan musibah kepada parpol tersebut,” beber, Pak TM.
Selanjutnya, Prof. TM, mengungkapkan bahwa sebenarnya untuk memudahkan kita mengomentari dan menganalisis politik lokal Aceh ke depan, “ketika nama Cagubnya telah mendaftar dan ditetapkan oleh KIP.” Mengapa? Karena itulah yang bisa dikatakan sebagai Calon/Wakil Gubernur Aceh 2024-2029. Lalu, gimana pula dengan nama yang sekarang telah muncul, beredar, dan seakan kuat dan bahkan terasa sudah jadi gubernur Aceh? Pak TM, menyebutkan nama-nama itu belum menjadi Calon Gubernur, tetapi baru ada orang yang “ingin menjadi Gubernur” Aceh, ungkapnya.
Ini bermakna, menurut Pak TM, bisa jadi orang tersebut tidak ingin menjadi calon, karena mereka sadar dan tahu tidak punya kendaraan atau parpol, tetapi justru yang sibuk dan ambisius mendorong (baca : peugrop) adalah orang-orang di lingkungannya atau timsesnya yang belum tentu calonnya sukses, tetapi malah nanti hanya timnya saja yang sukses, begitulah analisisnya.
Lanjutnya lagi, tentu saja argumen dan alasan saya ini bisa dibantah oleh siapapun, silakan saja, jika ada data dan fakta sebaliknya, papar Pak TM dengan sangat jelas dan mudah kita pahami.
Pada sisi lain, Prof TM, mengingatkan kita semua bahwa Pilkada Aceh 2024 harus sukses, berjalan baik, lancar dan benar. Untuk itu diharapkan kepada semua para Calon siapapun dia, mari berjuang, dan membangun komunikasi yang baik dengan pihak partai politik yang memiliki kekuasaan untuk mengusungnya. Dan yang lebih penting lagi membangun komunikasi dengan rakyat sebagai pemilih dan pemilik suara dalam proses demokrasi di negeri ini.
Begitu juga Prof TM, berharap kepada Pimpinan Parpol atau anggotanya, jangan menutup mata terhadap Calon lain yang mereka saat ini tak punya partai. Bisa jadi kemenangan dan kesuksesan menjadi Gubernur/Wakil Gubernur Aceh hanya bisa terjadi dengan cara mengajak orang di luar partai.
Bukankah untuk membangun negeri atau daerah ini harus dilakukan secara bersama-sama. Tanya Pak TM. Oleh karena itu, Gubernur Aceh masa depan adalah orang yang cerdas, dicintai rakyat dan bijak dalam mengambil keputusan untuk menentukan siapa temannya dalam berkontestasi. Dan lebih penting lagi Gubernur yang tegas dan bukan Gubernur yang diperalat oleh pihak manapun.
Sebaiknya, semua instrumen politik di Aceh “untuk membuka diri dan sadar bahwa di luar sana masih banyak orang yang lebih berkualitas, termasuk akademisi, ulama, tokoh masyarakat dan bahkan orang yang mungkin sedang berkuasa atau dalam kekuasaan sangat pantas dan layak dipertimbangkan” untuk diajak membangun Aceh dan berhentilah dengan koalisi atau pemikiran sempit yang hanya mementingkan dengan sesama pimpinan parpol, apalagi harus dengan satu Parpol. Pemikiran seperti keliru, salah besar dan Itu tak bijak, begitulah nasehat Pak TM. Jamil, diakhir pembicaraan kami.(*)
Editor: Ayahdidien