RajaBackLink.com

Home / Opini

Minggu, 9 Juni 2024 - 11:43 WIB

KEJUJURAN DAN MEMBANGUN KOMUNIKASI AKADEMIK, MODAL BAGI MAHASISWA PROGRAM DOKTOR

Saiful Amri - Penulis Berita

 

“KEJUJURAN DAN MEMBANGUN KOMUNIKASI AKADEMIK, MODAL BAGI MAHASISWA PROGRAM DOKTOR”

Oleh : T.M. Jamil Associate Profesor, pada Sekolah Pascasarjana, USK, Banda Aceh.

BIASANYA, Kalau ada pertanyaan mahasiswa kepada saya, “Pak, penelitian apa yang paling bagus untuk dilakukan?”, maka saya Akan menjawabnya, penelitian yang bagus adalah “penelitian yang bisa diselesaikan”. Kadang-kadang menulis laporan entah itu skripsi, tesis ataupun disertasi semuanya selalu saja perlu waktu yang relatif lama. Bahkan, ketika menulis skripsi jargonnya adalah “susah dan bingung“. Ini sangat berkaitan dengan cara pandang bahwa apapun baginya susah. Belum mencoba, belum menggali ilmunya, sudah terlebih dahulu mengatakan itu susah. Itu merupakan sikap dan cerminan diri seseorang yang ‘malas’ dan ingin selalu dalam hidupnya serba ‘instan’ dan tanpa harus bersusah-susah. Kebetulan, Siang ini saya bertemu dengan beberapa orang mahasiswa di sebuah kampus di Sumatra yang lagi giat-giatnya menulis disertasi. Dalam pertemuan itu saya mencoba berbagi pengalaman dalam menyelesaikan disertasi saya waktu itu. Berita cerita dan pengalaman saya. Selamat membaca, semoga bermanfaat.

Pertama, setiap semester cukup selesaikan satu bab. Jatah yang diberikan oleh kampus ketika menempuh pendidikan doktor selama 3 tahun, minimal. Artinya, dengan disertasi yang berisi enam bab, selama tiga tahun dapat diselesaikan. Kita tidak bisa mengambil liburan, pergi untuk ikut seminar, dan bersosialisasi jika belum menyelesaikan satu bab. Di awal semester, buat janji dengan pembimbing, promotor atau Co-Promotor (karena beberapa kampus, saat mahasiswa diterima sebagai mahasiswa doktor, sudah ditentukan pembimbingnya berdasarkan proposal tentatifnya sebagai syarat untuk mendaftar).

Jadwal yang disepakati dengan pembimbing itu kemudian menjadi sarana untuk berdiskusi dan menyetorkan halaman demi halaman yang sudah dituliskan. Adapun target pertemuan minimal 14 kali dalam satu semester. Jika satu bab sudah terselesaikan, maka silahkan liburan, termasuk pergi ke luar negeri untuk hiburan atau seminar sekaligus mencari bahan untuk semester berikutnya. Sekedar Untuk diketahui saja : Meskipun setelah Disertasi Saya dulu selesai, namun saya juga belum bisa langsung mengikuti Ujian, dengan berbagai alasan dan sebab. Alasan yang utama adalah bidang non akademik, termasuk menyatukan jadwal antar Promotor, Co-Promotor dan Tim Penguji Lainnya.

Sebab bisa saja menyangkut dana, ataupun sulitnya mempertemukan

Promotor, Ko-Promotor dan Tim Penguji – Kesemuanya mereka adalah 10 orang dalam waktu yang bersamaan. Pada umumnya mereka adalah insan-insan super sibuk. Namun, kesabaranlah yang membuat kita bisa menjadi seorang Doktor.

Kedua, di waktu libur, jangan sentuh sama sekali disertasi. Ketika sudah menyelesaikan satu bab dan pergi liburan, maka biarkan disertasi tetap berada di laptop atau komputer. Jika kita tetap melanjutkan penulisan, maka ini akan menimbulkan kebosanan. Di saat semester baru sudah datang, kita akan kehilangan minat lagi dalam menyelesaikan disertasi yang sudah ada. Akibatnya, penyelesaian disertasi akan terlambat lagi.

Ketiga, minta rekan sejawat untuk membaca bab-bab yang kita sudah selesaikan. Ini disamping untuk memenuhi triangulasi data dan penulisan juga akan berguna dalam melihat kekurangan disertasi yang sudah ada itu. Kadang karena kita sehari-hari berkutat dengan disertasi lalu kemudian apa yang ada, kita anggap sudah bagus.

Ini tidak akan terjadi bagi kolega kita yang baru membacanya. Untuk itu, kita mesti mendengarkan apa kata pembaca atau kata sahabat kita. Kemudian setelah itu apa yang bisa diakomodasi dalam saran-saran itu, akan lebih meningkatkan mutu penelitian yang kita lakukan.

Baca Juga :  KOMNAS HAM SULIT DIPERCAYA

Keempat, ikuti seminar dan presentasikan hasil yang sudah kita capai dalam bentuk makalah. Ketika kita menyampaikan makalah dengan topik penelitian kita, maka pakar ataupun sejawat dari perguruan tinggi lain akan memberikan tanggapan, pertanyaan, masukan dan juga kritikan terhadap penelitian yang kita sampaikan. Ini akan berguna untuk menghimpun literatur, penelitian terdahulu, kajian teoritis dan juga penelitian yang mutakhir dalam bidang berkenaan.

Kelima, back up informasi dan data dalam berbagai bentuk file yang sudah ada. Garis bawahi di sini, “beberapa.” Artinya, tidak hanya dalam bentuk file di komputer tetapi perlu di flash disk, email, CD, hard disk eksternal, data

storage di website gratis, dan juga dalam bentuk print out. Kadang-kadang ada yang terlambat atau bahkan gagal untuk menyelesaikan disertasi karena data yang sudah ada terinfeksi virus atau terhapus.

Kemudian ada juga yang kehilangan laptop. Ada teman saya yang kecurian atau laptopnya hilang, sehingga dia hampir gagal studi. Demikian pula ada yang kehilangan flash disk. Dengan demikian ketika punya beberapa cadangan data selalu saja ada persediaan.

Bahkan ketika kejadian terburuk terjadi, tetap tidak ada kekhawatiran, karena data ada juga di email dan back data di storage website. Maka untuk membedakan antara file yang satu dengan lain perlu diberikan nama file dengan menambahkan tanggal update file tersebut.

Keenam, ini faktor penting. Minta masukan dan arahan dengan pembimbing atau promotor. Jangan sok pintar, selalu berdebat atau menyalahkan pembimbing, dengan mengatakan ; “mereka tidak paham tentang apa yang ingin saya tulis”. Sombong banget rasanya jika kita bersikap seperti itu. Sebodoh apapun pembimbing atau promotor mereka telah menyelesaikan disertasi dan mencapai gelar doktor lho … Ingat, Persetujuan disertasi berada di tangan pembimbing atau promotor.

Sebaik apapun disertasi yang kita tulis, tetapi kalau pembimbing tidak menyetujui, maka artinya tetap akan sia-sia. Sebagai salah satu faktor penentu, maka kata teman saya “silahkan berdebat dan berselisih paham dengan semua orang, kecuali dengan pembimbing.” Ini menunjukkan bahwa, kita cukup dan wajib dengarkan pembimbing atau promotor.

Kedatangan kita ke kampus untuk belajar semata-mata memang karena kebodohan kita. Bukan karena kepintaran lalu kita datang untuk menempuh pendidikan doktor. Dengan demikian, ketika kita datang dan menyatakan diri bodoh, maka apapun yang datang dari pembimbing kita terima dengan senang hati. Jika mau protes dan berdebat, sabar saja dulu. Nanti jika sudah doktor, berdebatlah dengan mereka dengan sepuas hati.

Ketujuh, disertasi hanyalah persyaratan untuk lulus dan menjadi doktor. Ketika kita lulus, maka disertasi adalah permulaan dan bukan akhir. Ini berarti bahwa penulisan disertasi tentu kita ingin sempurna. Tetapi pertimbangkan soal waktu. Sebab biaya juga akhirnya yang akan timbul. Ketika kita memanjangkan waktu penulisan disertasi, maka beban biaya, sosial dan pertanyaan “kapan selesai?” tentu berada di pundak kita.

Apalagi kalau kita studi atas izin pimpinan, maka siap-siaplah jika pimpinan selalu bertanya, kapan selesai studinya. Nah, Kalaulah kita ingin melakukan penelitian yang ideal, sempurna dan mau dijadikan sebagai master piece, itu bisa dilakukan setelah lulus doktor. Ketika hambatan tidak ada lagi. Jalan untuk menjadi yang terbaik selalu terbuka kok, jika kita cerdas menghargai diri dan orang lain.

Baca Juga :  MULAILAH DARI LAND CRUISER HITAM

Kedelapan, doktor adalah legalitas kompetensi. Asah terus kemampuan yang melengkapi penulisan disertasi. Pada saat kita belum mencapai gelar doktor, maka mungkin saja ada pintu yang tertutup yang tidak bisa kita masuki. Ini bermakna bahwa ketika kita sudah lulus dari jenjang doktor, maka ada kompetensi yang kita miliki.

Saat menyelesaikan disertasi adalah waktu terbaik untuk mendapatkan latihan dan kemampuan tambahan yang belum kita dapatkan di jenjang master dan sarjana. Penulisan ilmiah, publikasi, penguasaan metode penelitian, penggunaan software seperti end-note, perlu diperhatikan. Agar ketika selesai, maka kita betul-betul mempunyai kompetensi dalam gelar yang dicapai. Upayakanlah agar kita berbeda dengan lulusan S1 ataupun S2. Ingat, Anda Doktor, gelar tertinggi dalam pendidikan formal.

Terakhir, saat jenuh berada di depan komputer, print out file dan kemudian matikan komputer. Lalu cek disertasi tersebut menggunakan cara manual. Adakalanya komputer membuat mata kita lelah, sehingga susah mengidentifikasi kesalahan penulisan. Biasa pula karena kelelahan, maka apa yang sudah ditulis lalu dianggap sudah baik.

Untuk itu, dengan mengoreksi penelitian dengan cara mencoret bagian tertentu, lalu memberikan catatan apa yang kurang akan membuat kita ketika menghadapi komputer fokus kepada kesalahan-kesalahan yang ada. Dengan cepat kita bisa melihat kesalahan dan memperbaikinya. INGAT : menulis disertasi bukan seperti ‘mengkliping’ koran lho … Maka jangan pernah mengcopy paste-kan, jika karya tulis kita ingin dihargai dan bernilai akademis.

Demikian catatan yang menjadi pengalaman pribadi, ataupun pengalaman teman ketika sama-sama menempuh pendidikan doktor. Tentu ada yang perlu diambil, dan ada juga yang harus dibuang. Masing-masing individu punya gaya masing-masing untuk memenuhi persyaratan kelulusan. Namun satu hal yang perlu menjadi perhatian dan ini pasti dipenuhi setiap mahasiswa doktoral adalah “kejujuran akademik”.

Beberapa doktor yang ternyata melakukan plagiarisme kemudian dicabut gelar doktornya. Ada pula presiden di Eropa yang hanya menerjemahkan karya orang lain dan mencapai gelar doktor, lalu harus menanggung malu kemudian mengundurkan diri dari jabatan sebagai presiden. Begitu juga ada salah seorang Profesor di sebuah kampus ternama di negeri kita, karena menjiplak karya tulis mahasiswanya – juga harus mengundurkan diri sebagai dosen. Maka berhati-hatilah.

Ups … Apapun kendalanya maka kita harus mengedepankan standar akademik dalam mencapai kesuksesan dalam pendidikan. Menjadi doktor bukan segala-galanya. Tetapi, kejujuran adalah mata uang yang menjadi modal utama bagi siapapun. Tidak saja dalam dunia pendidikan, tetapi bahkan dalam bidang lain apapun itu. Doktor hanyalah upaya membangun kualitas diri. Ketika kualitas diri tercapai, maka kapasitas yang ada kita gunakan untuk kemaslahatan umat manusia.

Menuntut ilmu secara etika dalam ajaran agama atau kebudayaan apapun selalu adalah jalan mulia. Bahkan dengan ilmu lah kita mampu untuk berbuat yang terbaik untuk ummat dan bangsa ini. Camkanlah – Ini menjadi catatan, proses penulisan disertasi atau usaha untuk menjadi tahu dari ketidak-tahuan yang kita miliki. Semoga posting ini berkah dan bermanfaat bagi insan akademis dan yang bukan berjiwa pengemis… Insya Allah.(*)

Pojok Kampus, 08 Juni 2024.

Editor: Ayahdidien

Berita ini 14 kali dibaca

Share :

Baca Juga

JAWA BARAT MENGGEBRAK LAGI TOLAK ISLAMOPHOBIA

Nasional

JAWA BARAT MENGGEBRAK LAGI TOLAK ISLAMOPHOBIA
Zulhas : Dari Sosok Bibi Ardiansyah Seharusnya Banyak Laki Laki Belajar Tentang Arti Kebaikan

Nasional

Zulhas : Dari Sosok Bibi Ardiansyah Seharusnya Banyak Laki Laki Belajar Tentang Arti Kebaikan
HASIL QUICK COUNT MENJADI KACAU, KETIKA TOKOH DALAM LEMBAGA SURVEY BERTINDAK SEBAGAI “TIMSES”

Nasional

HASIL QUICK COUNT MENJADI KACAU, KETIKA TOKOH DALAM LEMBAGA SURVEY BERTINDAK SEBAGAI “TIMSES”
UJIAN IMAM MASJIDIL HARAM

Opini

UJIAN IMAM MASJIDIL HARAM
SERUAN JIHAD DARI BANDUNG 

Opini

SERUAN JIHAD DARI BANDUNG 
RESHUFFLE GAK NGARUH

Nasional

RESHUFFLE GAK NGARUH
Petisi 100 “Makzulkan Jokowi” Dukung Aksi Sejuta Buruh

Opini

Petisi 100 “Makzulkan Jokowi” Dukung Aksi Sejuta Buruh
”SAYAP-SAYAP PATAH” DAN ISLAMOPHOBIA DENNY SIREGAR

Opini

”SAYAP-SAYAP PATAH” DAN ISLAMOPHOBIA DENNY SIREGAR