RajaBackLink.com

Home / Opini

Jumat, 6 Desember 2024 - 09:01 WIB

Pilkada Aceh 2024 Telah Selesai, Pemenang Sejati Adalah Mengakui Kekalahan dan Menghormati Kemenangan Lawan

Saiful Amri - Penulis Berita

 

Oleh : T.M. Jamil, Dr, Drs, M.Si (Associate Profesor, pada Sekolah Pascasarjana USK, Banda Aceh.)

Pilkada Aceh 2024 telah berlangsung dan Insya Allah berjalan dan telah berakhir pukul : 13.00 Wib, Hari Rabu, 27 November yang lalu. dengan aman dan lancar. Saya, sebagai anak bangsa dan Pengamat Politik ingin mengingatkan semua pihak agar dapat menerima apapun hasil Pilkada nanti dengan hati ikhlas dan jiwa besar. “Tanpa bermaksud untuk mendahului Sidang Pleno KPU/KIP, Insya Allah, Pilkada Tahun 2024 ini yang sedang dan telah berlangsung dan berproses dengan aman dan demokratis. Siapapun yang menang atau ditetapkan KIP nanti itu adalah pilihan rakyat. Ya, tentu Pilihan Kita Semua. Terimalah hasil Pilkada dengan jiwa besar”. Pilkada merupakan bagian dari proses demokrasi untuk mencapai dan mewujudkan negeri dan daerah yang bermartabat. Menang atau kalah harus diterima tanpa harus saling mempersalahkan atau menyalahkan orang lain. Namun begitu yang merasa keberatan ada jalur tentu sesuai aturan hukum dan perundang-undangan. Mahkamah Konstitusi Lembaga Terhormat, tentu akan menerima gugatan yang memang memenuhi syarat untuk diterima, diproses dan diputuskan. Ya, dipersilakan untuk melakukan dengan cara-cara yang terhormat, jika memang kita bangsa yang pantas untuk dihormati.

KALAH DALAM SUATU kompetisi adalah hal yang biasa aja. Tapi kekalahan sejati adalah ketika tidak mampu bangkit dari kekalahan, tidak mau harus mencoba untuk berbenah diri dan melanjutkan perjuangan. Inilah makna dari hakikat sebuah kekalahan yang sebenarnya. Jika hal ini sudah menggerogoti pikiran dan jiwa, maka kita tinggal menunggu kekalahan-kekalahan selanjutnya. Semua tergantung sikap dan mentalitas dalam menyikapinya. Kalau kekalahan memicu kemarahan, membawa keputus-asa-an, selain menghancurkan citra sendiri, juga merusak tatanan sosial dan akan menuai kekalahan lebih parah lagi. Camkanlah!

Tamsilan ini hanya mengingatkan kita bahwa kekalahan bukanlah akhir segala-galanya, tapi itu adalah awal menuju sebuah kesuksesan yang maha dahsyat. Tidak ada orang yang ingin kalah, tapi kalau memang kita harus kalah, terimalah itu dengan lapang dada dan berjiwa besar. Karena hakekat menang atau kalah itu merupakan Sunnatullah. Sama halnya ada kaya dan miskin. Kekalahan atau kemenangan merupakan perguliran waktu di antara manusia.

Baca Juga :  PINDAHKAN LUHUT KE CHINA

Kekalahan akan melahirkan kemenangan, jika selalu disikapi dengan pikiran waras dan lego lilo, kata Mbah Jowo. Masih ingatkah : Hillary Clinton saja saat kalah melawan Donald Trump pada Pilpres AS beberapa tahun yang lalu, dengan penuh kearifan Hillary, berucap “Kekalahan dan kemenangan adalah jalan untuk memuliakan jiwa kita.” Sungguh indah bahasa dan sikapnya sebagai warga negara yang berjiwa demokratis. KITA semua berdo’a dan berharap semoga cara dan sikap seperti ini hendaknya dapat diikuti oleh Calon-Calon Kepala Daerah yang saat ini sedang, telah bersaing dan menanti hasilnya. In Shaa Allah.

Walau disadari dalam kompetisi itu tujuannya untuk menang, tetapi bukanlah dalam bentuk konsep harus menang. Konsep menang kalah sama-sama terhormat yang selalu ditandatangani peserta sebelum pelaksanaan pilkada, hal ini hendaknya bukan hanya di atas kertas, tetapi juga dalam pelaksanaannya dan diwujudkan dalam bahasa dan sikap. Konflik dalam pilkada sangat tergantung dari perilaku dan tindak tanduk elite, yang menjadi figur panutan di mata rakyat pendukungnya. Mereka harus menerapkan etika berpolitik santun, satya wacana dan jujur dalam menyikapi komitmen bersama. Figur sportif yang berjiwa besar dalam menyikapi hasil penghitungan suara, diharapkan mampu menjadi magnet bagi rakyat untuk lebih berpartisipasi dalam pelaksanaan pilkada-pilkada berikutnya.

Bagiku Pemenang Sejati Adalah Mengakui Kekalahan. Setiap pasangan calon kepala daerah, saat mengadakan deklarasi damai, selalu menyatakan siap kalah dan menang. Mereka selanjutnya bergandengan tangan, berpelukan dan menegaskan siap menerima kekalahan dan kemenangan dengan lapang dada. Siapa pun yang terpilih dan dipilih rakyat harus dihargai. Dengan kata lain, walaupun tidak dipilih dalam kontestasi pilkada, kebersamaan dan semangat perjuangan dalam membangun daerah harus terus ditunjukkan. Jangan ada yang menunjukkan sikap kekecewaan dalam bentuk-bentuk anarkisme, destruktif, merusak ketertiban umum, apa lagi menghancurkan fasilitas publik.

Pilkada secara esensi berupaya mewujudkan suara rakyat. Tentunya, siapa pun yang terpilih sebagai kepala daerah, harus mengemban amanah rakyat dengan penuh tanggung jawab. Apabila ada pasangan calon yang tidak menang, harus diartikan rakyat sesungguhnya belum memberi kesempatan kepadanya. Dalam demokrasi, ada semangat untuk menghargai serta menjunjung tinggi kepentingan rakyat seutuhnya. Di sana juga ada nilai-nilai suci yang memang tidak bisa diukur dengan uang, apalagi ditakar dengan banyaknya biaya yang dikeluarkan dalam proses pilkada.

Baca Juga :  BPKN-RI Dan Pansus Jiwasraya DPD-RI, Praktisi Asuransi : Restrukturisasi Berubah Menjadi Pemasaran Produk Asuransi

Menyikapi Kekalahan. Beberapa cara positif yang bisa dilakukan untuk menerima sebuah kekalahan untuk mencapai sebuah kemenangan, Yaitu :

PERTAMA : Ketika kita mengalami kekalahan, maka hal yang seharusnya dilakukan adalah mengakui kelebihan lawan. Ini adalah wujud dari jiwa besar yang kita miliki. Akuilah bahwa memang lawan lebih baik dari kita. Tidak mudah memang. Tapi kalau mau jujur dengan diri sendiri, maka semua akan menjadi mudah. Kenapa orang lain bisa menang dan kita kalah, itu adalah tanggung jawab kita bukan tanggung jawab orang lain.

KEDUA : Orang yang banyak memberikan alasan atau menyalahkan orang lain adalah orang yang tidak bisa menerima kekalahan dengan jiwa yang besar. Berbagai alasan yang mereka utarakan hanya untuk menutupi kekurangan yang mereka punya. Hal ini tentu bukanlah mental yang dimiliki seorang pemimpin, karena mental pemimpin tidak akan punya pemikiran semacam itu. Jika diri kita masih suka mencari alasan dan suka mengambinghitamkan orang lain, maka kemenangan tidak akan pernah kita raih, kalaupun menang, itu hanya kemenangan yang semu, tanpa makna.

KETIGA : Hal terpenting dalam hidup ini saat menerima kekalahan adalah dengan melakukan evaluasi diri. Evaluasi ini bisa dilakukan dengan banyak hal. Misalnya dengan merenung (introspeksi diri), meminta masukan, menerima kritik dan saran dari orang lain. Evaluasi diri ini akan menjadikan kita lebih peka terhadap kelemahan diri dan selalu berupaya untuk memperbaiki kelemahan tersebut.

KEEMPAT : Ada kalanya kita melihat orang yang mengalami kekalahan cenderung memiliki kecemasan dan ketakutan. Kecemasan dan ketakutan inilah yang membuat mereka tidak berani mengambil risiko untuk yang ke dua kalinya atau seterusnya. Tentu hal ini bukanlah mental para pemenang. Para pemenang sesungguhnya tidak akan pernah berhenti berjuang meskipun kekalahan demi kekalahan terus dialami. Namun ia tidak pernah menyerah dan yakin akan mencapai sebuah kemenangan. Pemenang sejati sesungguhnya adalah berjiwa besar mengakui kekalahan dan berhati lapang menerima kemenangan orang lain. Jika begitu, saya salut kepadanya. Semoga… Salam Sukses dan Kemenangan Untuk Kita Semua.

Sagoe Atjeh Rayeuk, 06 Desember 2024.

Editor: Ayahdidien

Berita ini 37 kali dibaca

Share :

Baca Juga

WUIH, SAMA DENGAN KM 50

Headline

WUIH, SAMA DENGAN KM 50
YAQUT JADI PRESIDEN ? WOW

Opini

YAQUT JADI PRESIDEN ? WOW
FIKIRAN NGAWUR PUAN DI AKHIR RAMADHAN

Nasional

FIKIRAN NGAWUR PUAN DI AKHIR RAMADHAN
AUDIT PESTA KAWIN KAESANG 

Opini

AUDIT PESTA KAWIN KAESANG 
COLDPLAY “LGBT” KOK KAGUM TOKOH SYI’AH

Opini

COLDPLAY “LGBT” KOK KAGUM TOKOH SYI’AH
ENTAH MENGAPA, “SAYA TAK PERNAH PERCAYA ORANG MISKIN YANG MELAKUKAN KORUPSI”

Opini

ENTAH MENGAPA, “SAYA TAK PERNAH PERCAYA ORANG MISKIN YANG MELAKUKAN KORUPSI”
Tangkap Gibran dan Jokowi 

Opini

Tangkap Gibran dan Jokowi 
GILA HGB 160 TAHUN, MEMANG NEGARA MILIK JOKOWI ?

Opini

GILA HGB 160 TAHUN, MEMANG NEGARA MILIK JOKOWI ?