by Rizal Fadillah*
OPINI – Dalam cerita wayang ada kisah Adipati Karna yang memiliki senjata ampuh berupa tombak pemberian Dewa Indra yang bernama Kunta Jaya. Senjata ini hanya dapat digunakan satu kali. Penggunaan harus efektif atau arif agar tetap bermakna untuk dapat menjaga wibawa.
Senjata ini diberikan dengan maksud agar dapat membunuh Arjuna. Akan tetapi ada situasi darurat yang menyebabkan akhirnya senjata Kunta atau Kunto ini digunakan untuk membunuh Gatotkaca putra Werkudara. Itu bagian dari cerita perang saudara Hastina dan Pandawa.
Tapi yang ini bukan cerita wayang melainkan artikel seorang Panglima Kodam III SIliwangi bernama Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo yang telah melemparkan tombak kegelisahan TNI atas kondisi tidak sehat menuju Pemilu 2024. Ada kekhawatiran terjadinya pengabaian etika berbangsa dalam memasuki perang politik tersebut. Warning diperlukan agar tidak terjadi perang saudara. TNI bertugas untuk menjaga.
Menurut Kunto jika situasi semakin tidak beretika dalam proses politik menuju Pemilu 2024 maka TNI dimungkinkan maju sedikit untuk mengambil posisi.
Meskipun tidak dijelaskan siapa pelaku yang tidak beretika politik baik itu, akan tetapi publik membaca arah pandangan Kunto adalah rezim ini dan perilaku partai politik di lingkungannya.
Sinyalemen Pangdam Siliwangi patut mendapat dukungan luas karena kegelisahan TNI adalah kegelisahan rakyat Indonesia. Kondisi negara memang tidak dalam keadaan baik-baik saja.
Jenderal Kunto sedang melesatkan tombak yang dipegangnya. Tuntutan rakyat sebenarnya adalah agar TNI bukan hanya maju sedikit tetapi maju banyak untuk mengambil posisi.
UU No 34 tahun 2004 tentang TNI mengingatkan bahwa TNI adalah tentara rakyat, tentara pejuang, tentara nasional dan tentara profesional. Sebagai tentara rakyat dan tentara pejuang maka TNI harus memahami dan peduli dengan apa yang dirasakan rakyat. Sesak nafas rakyat tidak boleh dibiarkan. Berjuang menegakkan kedaulatan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Membebaskan rakyat dari penindasan.
Pancasila yang dimaksud adalah Pancasila 18 Agustus 1945 sebagai kesepakatan bangsa bukan Pancasila lainnya. Demikian juga UUD 1945 adalah UUD yang disusun berdasarkan spirit dan kemauan dari the founding fathers untuk menjaga arah dan makna dari negara merdeka. Bukan UUD yang diobrak-abrik atau diperkosa oleh para penghianat dan penjajah bangsa.
Ada aroma menghalalkan segala cara dalam upaya untuk memenangkan kompetisi partai atau personal pada Pemilu 2024. Melabrak Konstitusi, perundang-undangan dan etika berbangsa demi menggapai ambisi untuk tetap berkuasa atau melanjutkan kekuasaan. Berupaya agar demokrasi tetap dikendalikan oleh oligarki. Ketetapan MPR No VI tahun 2001 tentang Etika Berbangsa sudah lama dibuang ke tempat sampah.
Kondisi negara yang kini sangat memprihatinkan dan mengkhawatirkan perlu untuk dipulihkan dan diselamatkan. Korupsi yang merajalela, hutang luar negeri yang membumbung tinggi, hukum yang ditunggangi serta politik yang menjadi bulan-bulanan kepentingan ambisi harus diantisipasi. Segera dihentikan.
TNI bukan saja dituntut harus maju sedikit dalam mengambil posisi tetapi majulah banyak. Bergerak untuk menegakkan kedaulatan negara dan membela kepentingan rakyat Indonesia.
Mayjen TNI Kunto telah memulai. Rakyat mendukung dan siap bergandeng tangan. Sudah waktunya untuk melangkah bersama dan seirama.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan Bandung 8 Mei 2023